MENGGANGGU ZONA NYAMAN GURU

Rabu, 14 Juli 2010



Ketika seseorang “terperangkap” pada kondisi yang membuatnya merasa enjoy, asyik, dan nyaman tanpa harus mengeluarkan tenaga, dana, dan atau pemikiran, maka orang tersebut telah mempunyai zona nyaman tersendiri. Zona nyaman yang dimaksud berkonotasi negatif dan sulit untuk hijrah menuju zona tantangan, sehingga tantangan disebutnya kendala yang harus dihindari. Zona nyaman akan sangat berdampak negatif jika dikuasai oleh orang-orang yang semestinya harus lebih dari segi kreatifitas, idealis, dan profesionalisme. Profesi Guru adalah anti terhadap zona nyaman, sehingga harus disadari dan dihindari.

Momentum Hari Pendidikan Nasional tak salah jika diadakan kajian terhadap zona nyaman yang biasa ada pada sebagian guru. Hal tersebut tentu saja dengan maksud menyadarinya dan berusaha untuk terus mengadakan pengembangan diri sebagai sesuatu hal yang memang seharusnya dilakukan guru. Beberapa situasi yang masuk dalam kategori zona nyaman sekaligus usaha untuk “mengganggunya” bagi guru, antara lain:

1. Wawasan yang stagnan
Sebagian guru telah merasa cukup apa yang diperolehnya dalam bangku kuliah atau pendidikan guru yang ditempuhnya sebelum menjadi guru. Nyaman, tak ada usaha untuk menambah wawasannya sebagai guru yang bukan hanya diharapkan tapi diharuskan untuk menambah wawasan seiring perkembangan zaman. Mereka bangga dengan usia menadi guru yang sudah “senior”. Oleh karena itu, sangat disayangkan jika guru-guru muda (pengangkatan baru) juga masuk zona nyaman wawasan yang stagnan ini.
Zona nyaman ini harus “diganggu” dengan berbagai tantangan yang harus dilakukan berkenaan dengan peningkatan wawasan guru. Jika perlu, guru harus membaca buku dan melakukan resensi singkat tentang buku tersebut. Pembiasaan untuk melakukan presentase, diskusi, ataupun temu ilmiah dan semacamnya tentu merupakan “gangguan” terhadap zona nyaman ini, sehingga tidak lagi wawasan guru tersebut, stagnan.

2. Terbatasnya kreatifitas
Sebagai guru, kreatifitas dapat dikatakan nafasnya. Sehingga bayangkan saja jika guru tidak punya atau kurang kreatifitasnya. Kebosanan atau kejenuhan akan muncul di dalam kelas pada siswa jika guru kurang kreatifitas dalam pembelajaran. Sebagian guru menjadikan hal ini sebagai zona nyamannya tersendiri. Anjuran untuk lebih keratif akan sangat mengganggunya karena merasa zona nyamannya terusik.
Guru harus berani, termasuk berani salah. Kesalahan merupakan satu sisi dari keberanian. Sisi lainnya adalah kebenaran. Tak dapat ditolak, guru harus kreatif. Oleh karena itu, zona nyaman ini hars diganggu dengan segala bentuk kompetisi antarguru yang membangkitkan kreatifitasnya. Selain itu, pembelajaran oleh guru di kelas pada sekolah masing-masing harus tidak puas dengan rutinitas dan monotonotas saja. Arahkan dan genjot untuk menampilakan kreatifitas masing-masing dan yakinlah bahwa semua guru mempunyai potensi kreatifitas. Hanya saja beberapa di antara mereka telah berada di zona nyamannya.

3. Penguasaan IT yang minim
Kurangnya kemauan untuk menguasai sesuatu yang boming saat ini, seperti Informatika Tekhnologi (IT), sebagian guru menjadikannya zona nyaman juga. Bahkan, ada di antara mereka yang bangga anaknya yang masih kecll sudah menguasai computer dan internet di saat bersamaan mereka sendiri belum “melek IT”. Penguasaan IT bagi guru saat ini sudah merupakan keharusan demi menjaga kewibawaannya, sebagai pendidik, pengajar, dan pelatih. Persoalan dana, sering menjadi pembenaran mereka tidak menguasai IT. Padahal, di sisi lain mereka berkecukupan, bahkan sedikit boros.
“Mengganggu” zona nyaman guru yang demikian dengan cara “membebaninya” dengan pembelajaran berbasis IT. Hal tersebut dapat diusahakan dengan penyediaan program pembelajaran berbasis IT di sekolah yang telah beragam jenisnya, seperti yang terkenal saat ini program PesonaEdu. Selain pembelajaran, IT juga dapat diterapkan di beberapa bidang yang ada di sekolah, seperti administrasi dan Humas sekolah. Hal ini tentu akan “mengganggu pula zona nyaman guru, sehingga mendesaknya keluar dari “kenyamanan” tadi.

4. Kepedulian terhadap siswa kurang
Selain pedagogik dan professional, kompetensi yang harus ada pada guru adalah kepribadian dan sosial. Selain mengajar, guru juga harus mendidik siswa. Sebagian guru kurang peduli terhadap siswa, baik dari sisi akademik maupun etika. Yang penting, mereka telah melaksanakan tugas tepat waktu, sesuai kurikulum, dan mengajar dengan “baik” maka telah tuntas. Padahal ketuntasan diukur sejauh mana siswa memahami apa yang telah diajarkan oleh guru, selain itu nilai dan etika siswa semestinya mendapat perhatian lebih guru.
Zona nyaman yang menganggap segalanya telah selesai hanya sampai pada “menggugurkan” kewajiban tanpa peduli hasil yang diperoleh siswa, sering tidak terdeteksi. Zona nyaman ini, dapat saja terjangkit pada guru yang berwawasan luas, kreatif, dan mumpuni dalam penguasaan IT. Untungnya, zona nyaman ini dapat saja “diganggu” oleh guru bersangkutan dengan syarat menyadari keberadaannya di zona nyaman ini. Tetapi akan sangat sulit, jika zona nyaman ini terjangkit pada guru yang telah mempunyai tiga zona nyaman yang lain. Tetapi tentu masih ada harapan, jika memang usaha sungguh-sungguh dilakukan.

Keempat zona nyaman yang sering ada pada sebagian guru tersebut, tentu bukan sesuatu yang dengan egois dipelihara oleh guru bersangkutan. Harus ada kemauan yang kuat untuk bergeser dari zona nyaman tersebut, dan semua guru berpotensi untuk lebih maju dan berkembang. Hardiknas tahun ini, dapat dijadikan momentum untuk bergeser dari zona nyaman jika ada pada diri guru. Tahun ke tahun tantangan guru semakin besar dan tak dapat dielakkan. Hanya satu jalan, maju terus kembangkan diri sebagai guru yang unggul. Guru adalah profesi yang paling pintar, yang melahirkan profesi-profesi lain. Selamat Hari Pendidikan, Guruku… SEKIAN

0 komentar:

 
SYUKUR SALMAN BLOG © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum