SERTIFIKASI GURU VS REMUNERASI KEMENKEU

Senin, 19 Juli 2010


Banyak pihak yang akhir-akhir ini meragukan efektifikasi program sertifikasi guru dapat meningkatkan professionalisme pahlawan tanpa tanda jasa tersebut. Beberapa di antaranya bahkan telah melakukan penelitian untuk membuktikan bahwa program sertifikasi guru ternyata tidak berkorelasi dengan peningkatan kualitas guru. Di beberapa kasus bahkan memperlihatkan adanya penurunan kinerja guru yang telah disertifikasi.

Menyadari hal tersebut, bermunculanlah berbagai wacana dalam menanggapi kelanjutan program yang baru berjalan 4 tahun ini. Salah satu wacana yang mulai disuarakan dan termasuk ekstrem adalah penghentian program yang telah membuat guru mulai “tersenyum” itu. Penghentian program sertifikasi guru merupakan wacana yang sangat mengada-ada, apalagi jika dihubungkan dengan program remunerasi di Kementerian Keuangan. Kasus Gayus dan beberapa pejabat di Dirjen Pajak Kemenkeu sudah jelas mencoreng dan menistakan program remunerasi kementerian tersebut. Miliaran rupiah “dirampok” oleh satu orang saja “yang ketahuan” di Kemenkeu. Jika dibandingkan dengan program sertifikasi, maka dana miliaran dapat diperuntukkan untuk guru, ribuan jumlahnya.

Persoalan remunerasi di Kemkeu dan persoalan sertifikasi guru dapat disamakan bahwa hanya terjadi pada kasus-kasus tertentu, tetapi perlu dinilai secara bijak bahwa kerugian Negara dan rakyat pada kasus yang terjadi di bawah Kemkeu sungguh tak tertandingi jika disandingkan dengan kasus pada persoalan sertifikasi guru. Perlu diingat bahwa program remunerasi bisa mencapai berkali-kali lipat dari gaji awal di Kemkeu, sedangkan sertifikasi guru hanya satu kali lipat dari gaji pokok awal, itupun masih dipotong pajak dan penyalurannya tertunda-tunda. Program remunerasi pada hakekatnya hanya bertujuan mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang (korupsi), sehingga tak ada tuntutan terlebih dahulu dalam peningkatan kinerja termasuk peningkatan moral manusianya. Lain dengan program sertifikasi, guru harus terlebih dahulu memperlihatkan keunggulan-keunggulan yang dimilikinya dengan data tertulis dan melalui uji materi pada asesor-asesor di perguruan tinggi yang ditunjuk. Hal ini menunjukkan bahwa program sertifikasi guru jelas lebih elegan dibanding program remunerasi.

Program sertifikasi guru sama sekali tak patut dicap telah gagal dari tujuannya. Kasus satu dua yang terjadi bukanlah indikasi kegagalan program ini, juga tak dapat diuniversalkan secara keseluruhan. Perbandingan dengan remunerasi di Kemkeu wajar diungkap untuk “menerangbenderangkan” keganjilan wacana penghentian program sertifikasi guru. Guru, sebelum adanya program sertifikasi telah terbiasa hidup kekurangan, sekarang ini sebagian di antara mereka telah dapat merasakan kelegaan hidup wajar dan belum dapat dikatakan hidup berkecukupan. Masih lebih setengah dari jumlah guru di republik ini belum merasakan “manisnya” sertifikasi tersebut. Penambahan penghasilan satu kali lipat lebih banyak dan dipotong pajak serta penyalurannya tertunda-tunda itu, jelas belum dapat dikatakan guru telah hidup berkecukupan apalagi berkelebihan seperti “Si Gayus”. Program sertifikasi merupakan anugrah bagi guru yang selama ini hidup susah, dan tak ada jalan bagi mereka untuk menumpuk harta yang haram seperti “Si Tambunan”.

Rezeki guru adalah sertifikasi tersebut, sedangkan rezeki Kemkeu adalah remunerasi. Meski dari segi jumlah jauh berbeda, tetapi tentu akan adil jika tersandung masalah seperti saat ini, penghentian remunerasi lebih diutamakan dibanding sertifikasi guru. Kesejahteraan yang dirasakan sebagian guru saat ini merupakan berkah dari kerja keras mereka selama berpuluh-puluh tahun. Program sertifikasi merupakan kelumrahan yang memang semestinya diberikan pemerintah menghargai jasa guru serta mendorong peningkatan kinerjanya.

Adanya persoalan satu dua guru yang kurang mengerti hakekat program sertifikasi guru tentu harus pula dicermati. Walau bagaimanapun, guru harus mengabdikan dirinya untuk kepentingan pendidikan anak bangsa, sehingga kinerja mereka harus selalu optimal apalagi dengan adanya penambahan penghasilan ini. Dengan jumlah guru yang hamper dua juta orang di seluruh penjuru tanah air, maka hampir-hampir kekurangbermanfaatan program sertifikasi yang dilakukan guru, tidak terpersentasekan. Jika kejujuran didahulukan, maka peningkatan kinerja dan perasaan bangga sebagai gurulah yang menyeruak selama sertifikasi ini disalurkan. Apalagi jika kita merenungi miliaran uang rakyat yang dikorup, bahkan setelah program remunerasi diterapkan. Renungkanlah… SEKIAN.

4 komentar:

  1. prima mengatakan...:

    Betul Bos tulisanne sampean...., mmg guru selalu kadi kambing hitam.Susah jadi guru mulai kompetensi,gaji kecil kenaikan pangkat banyak hambatannya cntoh :DP3,PAK,PTK2 ini susahnya minta ampun bakan produktivitas guru terhambat oleh ini, knp nggak pakai yg simpel aja ? Bukankah pangkat itu sdh haknya krn guru sdh melaksanakan tgs knp mesthi dipersulit...? hps saja kepangkatan guru itu psngkst tdk ada hubungan dgn tugas profesi krn bukan strutural kantoran atau TNI/Polri ! ganti dg senior/yunior berdasar masa kerja...toh nantinya yg yunior akan jadi senior juga.scr tdk langsung sbtulnya kwlitas guru sdh disupervisi scr melekat oleh siswanya/wali murid...kdg2 tdk hbis pikir apa yg dilakukan oleh para "pakar" pendidikan yg cenderung konsep2nya lbh birokratis dan mempersulit keadaan ujungnya2 guru jadi kambing hitam !!!

  1. prima mengatakan...:

    Betul Bos tulisanne sampean...., mmg guru selalu kadi kambing hitam.Susah jadi guru mulai kompetensi,gaji kecil kenaikan pangkat banyak hambatannya cntoh :DP3,PAK,PTK2 ini susahnya minta ampun bakan produktivitas guru terhambat oleh ini, knp nggak pakai yg simpel aja ? Bukankah pangkat itu sdh haknya krn guru sdh melaksanakan tgs knp mesthi dipersulit...? hps saja kepangkatan guru itu psngkst tdk ada hubungan dgn tugas profesi krn bukan strutural kantoran atau TNI/Polri ! ganti dg senior/yunior berdasar masa kerja...toh nantinya yg yunior akan jadi senior juga.scr tdk langsung sbtulnya kwlitas guru sdh disupervisi scr melekat oleh siswanya/wali murid...kdg2 tdk hbis pikir apa yg dilakukan oleh para "pakar" pendidikan yg cenderung konsep2nya lbh birokratis dan mempersulit keadaan ujungnya2 guru jadi kambing hitam !!!

  1. suib mengatakan...:

    Terkadang memang banar pak, guru yang sudah disertifikasi dan yang belim tidak ada bedanya, yang membedakan hanya nasib, kerjanya sama
    -sama mendidik, mengajar, 24 jam,buat RPP-silabus-kurikulum dll. dimanakah bedanya antara guru sertifikasi dan yang tidak seritifiaksi ? justru membuat kesenjangan sosial diantara guru

  1. suib mengatakan...:

    Apa bedanya antara pekerjaan guru sertifikasi dan yang belum sertifikasi ? dan berapa banyak guru lama yang belum S1 mengajar lbih dari 20th tidaj sertifikasi kapan mereka merasakannya karena harus menunggu dan menunggu ? ADIL KAH INI ?

 
SYUKUR SALMAN BLOG © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum