Celoteh anak-anak kadang membuat kita tersenyum sambil menerawang mencari substansi dari ungkapan riangnya itu. Seperti tatkala mereka mengatakan dengan setengah teriak: “Asyiknya Lebaran Dua Kali.” Asyik, karena anak-anak berfikir lebaran identik dengan makan besar dan baju baru serta biasanya banyak uang. Lugas dan penuh makna bukan? Kadang orang dewasa tak mampu mengeluarkan kalimat tersebut, namun sepertinya banyak dikalangan orang dewasa yang setuju dengan makna kalimat tersebut.
“Trend” lebaran dua kali, 5-10 tahun terakhir menjadikan masyarakat akhirnya terbiasa dengan perbedaan, meskipun sampai pada tatanan yang dinamakan Hari Raya atau Lebaran. Sebenarnya, lebaran tetap sekali dalam setahun, apakah Idul Fitri atau Idul Adha. Hanya kemudian yang “nyeleneh” adalah orang yang berlebaran dua kali. Seperti pada Idul Adha tahun ini, terdapat dua pendapat yakni 16 November dan 17 November. Ada masyarakat yang merayakan pada 16 November dan ada pula yang merayakannya pada tanggal 17 November. Tetapi, ternyata ada pula sebagian lagi yang merayakannya dua kali, yakni 16 dan 17 November. Inilah yang meng’amini’ celoteh anak tersebut.
Makna yang lebih dalam dari kalimat celotehan tadi sebenarnya adalah Mengapa mesti lebaran dua versi? Tidakkah bisa disatukan waktunya sehingga umat dan masyarakat tidak selalu bingung dan bertanya-tanya. Sepengetahuan penulis, tidak ada satu pun penjelasan Rasulullah tentang boleh tidaknya lebaran dua kali. Hal ini, mungkin disebabkan pada zaman Rasulullah dan para sahabatnya tidak pernah ada kejadian lebaran dua kali. Yakinlah bahwa Allah dan Rasul-Nya hanya mengakui satu kali Idul Fitri dan sekali Idul Adha dalam setahun (Tahun Hijriyah). Meski tak ada yang menyalahkan yang lain, tetapi tetap saja meyakini waktu penetapannya yang paling benar. Inilah semua yang menjadi beban pikiran umat dan masyarakat di level menengah ke bawah.
Keadaan seperti ini juga dilanggengkan dengan salah satu hadist yang artinya : Bahwa perbedaan di antara umatku adalah Rahmat. Padahal, sebagian ulama juga menganggap hadist ini dhoif (lemah). Secara akal sehat, tidaklah mungkin perbedaan di antara kita dapat mendatangkan rahmat. Atau, mestikah kita berbeda terlebih dahulu untuk mendapatkan rahmat? Tentu, penghormatan setinggi-tingginya kepada para ulama sebagai pewaris Nabi atas keputusan untuk tetap merayakan Idul Adha tahun ini dengan dua versi waktu pelaksanaan. Hanya saja yang masih tak dapat diterima sebagian besar masyarakat adalah bahwa: kedua pendapat ini memang tak dapat disatukan, karena cara pandang atau dasar keduanya berbeda. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah ada di antara kedua cara pandang itu yang tidak mengikuti Rasulullah? Jika semuanya mengikuti Sunnah, maka pasti kedua pendapat tersebut dapat disatukan.
Tidak gampang menyatukan kedua pendapat tersebut, itu diakui. Namun, bukan berarti tidak mungkin bukan? Jangan sampai stigma yang menyatakan, tidak mungkin menyatukan, itu yang membuat persoalan ini “berurat berakar”. Meski perayaan Hari Raya hukumnya Sunnah dalam pandangan Islam, namun berbeda dengan hukum ibadah sunnah lainnya yang secara terang benderang jelas hadistnya jika ada perbedaan. Jika memang tak ada masalah, bisakah yang merayakan pada tanggal 16 November juga Shalat Id pada tanggal 17 November, dan begitu pula sebaliknya? Tentu orang yang melakukan itu akan dikatakan “plin-plan” atau orang-orang yang justru merasa asyik jika lebaran dua kali, seperti celoteh anak tadi. Sekelumit pembahasan di atas merupakan bagian dari urung rembug, topic dialog, dan pertanyaan-pertanyaan masyarakat mengenai fenomena dua kali lebaran. Terus terang, penulis dan sebagian masyarakat memimpikan Idul Fitri dan Idul Adha sekali dalam setahun, tidak lebih. Agar anak-anak kita juga tidak hanya memikirkan makan dan baju baru saat lebaran tiba. Meski demikian tentu celotehannya masih tetap dinantikan tetapi dengan kalimat berbeda, yakni : “Asyiknya Lebaran, Semua Umat Bersatu.” SEKIAN.
ASYIKNYA LEBARAN DUA KALI
Muh. Syukur Salman
Kamis, 18 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Popular Posts
-
Akses internet yang cepat adalah dambaan semua orang yang aktif memanfaatkan internet sebagai sarana pendukung aktifitasnya. Tak terkecuali...
-
Secara formal memang tidak dikenal istilah sekolah favorit di Negeri ini. Namun, hampir di setiap daerah, sekolah favorit tetap ada dan sema...
-
Banyak pihak yang akhir-akhir ini meragukan efektifikasi program sertifikasi guru dapat meningkatkan professionalisme pahlawan tanpa tanda j...
-
Kata Baskom, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai “tempat air untuk cuci tangan atau muka”. Namun, pada umumnya ibu r...
-
Malam semakin larut, namun mata Rina belum dapat dipejamkan. Degupan jantungnya semakin kencang saja. Mukena yang dipakainya Shalat Isya bel...
Kata Bijak
Apapun harapan dan cita-citamu, semua tergantung kepadamu. Meski bantuan dari oranglain akan sangat bermanfaat, namun sangat kecil bagian dari pencapaian yang kau raih. Usahamu adalah jalanmu untuk menjadi yang kau inginkan. Oleh karena itu, apapun yang telah kau raih dan dapatkan adalah karena dirimu. Senang atau tidak senang terhadap keadaanmu sekarang adalah akibat dari dirimu sendiri. Jadilah dirimu sendiri adalah jalan yang terbaik dan terindah dalam arung kehidupan ini. MS2
Mengenai Saya
- Muh. Syukur Salman
- Parepare, Sulawesi Selatan, Indonesia
- Lahir di Parepare, 35 tahun yang lalu tepatnya tanggal 14 Agustus 1973. Menyelesaikan pendidikan tertingginya di Universitas Negeri Makassar tahun 2004 pada jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Profesi keseharian adalah Kepala SD Negeri 71 Kota Parepare, Sulawesi Selatan. Kegemaran dibidang tulis menulis juga membuatku telah menerbitkan 3 buku cerita anak, 1 buku kumpulan ESAI/OPINI pendidikan, dan 1 buku kumpulan cerpen remaja Islam. Mempunyai dua anak berumur 4 tahun yang laki-laki bernama Muh. Uswah Syukur dan berumur 2 tahun yang perempuan bernama Sitti Hasanah Syukur,serta seorang istri cantik bernama Mukrimah.
0 komentar:
Posting Komentar