Gembiralah Siswaku

Rabu, 03 Juni 2015



Semua guru mengharapkan agar semua yang diajarkan kepada siswanya dapat diterima dengan baik. Meski demikian, tidak semua guru berusaha agar harapannnya itu dapat menjadi kenyataan. Tentu banyak hal yang harus diusahakan agar keinginan dan harapan guru tersebut membuahkan hasil. Tidak sekadar hanya menggugurkan kewajiban dengan mengajar, selanjutnya menanti hasil.  Padahal, yang terpenting sebenarnya adalah faktor siswa yang sering hanya menjadi objek. Guru yang berhasil tergantung dari siswanya. Oleh karena itu, adanya penolakan dari siswa untuk menerima “pemberian” gurunya tentu menjadi penghambat utama. Meski sepintar apapun guru tersebut dan secanggih apapun alat serta metode yang dilakukan dalam pembelajaran, jika siswa tak mau, tidak akan berhasil.

Kondisi Pembelajaran

Proses pembelajaran yang berlangsung di kelas merupakan bentuk hubungan yang nyata antara guru dan siswa. Meski hubungan ini berlangsung hampir setiap hari, namun banyak menciptakan kondisi yang tak terduga. Kenakalan dan ketidakpatuhan siswa kepada gurunya masih saja banyak ditemui. Tidak hanya itu, keluhan guru terhadap siswanya yang tak mampu menerima pelajaran dengan baik, adalah sesuatu yang umum. Rutinitas hubungan guru dengan siswa hanya sebagai sesuatu yang harus terjadi tanpa ada pilihan. Guru ditugaskan untuk mengajar siswa, sedangkan siswa mengemban tugas untuk menerima dari gurunya.

Ketimpangan dalam proses pembelajaran yang mendudukkan guru lebih segalanya dari siswa, masih berlangsung. Sekadar menjalankan tugas, juga sering menjadi pilihan seorang guru melakukan kewajiban yang diembannya.  Masih banyak guru yang tak mau risau dengan adanya siswa yang lambat belajar. Bahkan sebagian guru lainnya memosisikan dirinya sebagai orang yang harus dilayani oleh siswa. Sekurang-kurangnya, siswa harus patuh tanpa banyak tanya tentang apa yang diberikan oleh gurunya. Kekakuan dan rutinitas merupakan gambaran nyata terhadap kondisi pembelajaran sampai saat ini. Guru bertanya dan siswa harus menjawab. Guru memerintah dan siswa harus menjalankannya.

Pada hakekatnya guru hanya dapat dikatakan guru jika sedang berhadapan dengan siswanya. Siswa merupakan alas an adanya guru, sehingga tak patut jika guru justru menganggap siswa merupakan beban. Siswa haruslah menjadi pusat pembelajaran karena keberadaan institusi seperti sekolah dan seluruh sistem yang ada di dalamnya, diperuntukkan kepada siswa. Untuk itu, berhasil tidaknya seorang guru ditentukan secara nyata oleh siswanya.  Guru tak boleh hanya berkutat pada dirinya sendiri. Sesuatu yang menjadi paling utama dari keberadaannya sebagai seoarang guru adalah siswa.

Siswa Harus Gembira

Tanpa kata terucap, bisa saja siswa menolak apa yang diberikan oleh gurunya. Kesal terhadap kekakuan dan rutinitas pembelajaran yang diciptakan oleh gurunya. Wajar jika ada saja siswa yang tak suka dengan cara dan teknik guru dalam menjalankan tugasnya. Kesibukan guru agar tampil dengan baik dalam prosses pembelajaran sering menjadi faktor utama mereka melupakan siswanya. Apa yang sebenarnya diinginkan siswa, tak lagi menjadi yang utama. Kesiapan siswa untuk menerima yang diberikan oleh guru menjadi sesuatu yang mutlak harus ada. Jika perlu, guru memberikan porsi yang lebih utama terhadap kesiapan siswa tersebut. Kesiapan yang datang dari dalam diri siswa itu sendiri. Meski datang dari dalam diri siswa, tetapi gurulah yang berkewajiban untuk membangkitkan kesiapan tersebut.

Oleh karena itu, tak lain yang harus dilakukan guru adalah memunculkan dan membangkitkan kegembiraan siswa. Siswa yang gembira terhadap gurunya tentu akan dengan senang dan ikhlash menerima apa yang diberikan guru kepadanya. Kegembiraan inilah yang mesti selalu menjadi tanda tanya guru, apakah siswa yang dihadapinya telah bergembira dengan kehadirannya. Jika ya, maka proses pembelajaran akan berjalan sesuai harapan dan maksimal. Jika kegembiraan siswa adalah factor utama berterimanya apa yang akan diberikan guru, maka jika perlu guru “mengais” kegembiraan siswa tersebut.

Beberapa usaha guru, agar siswa bergembira antara lain; jalin hubungan yang psikologis yang serupa dengan orangtua terhadap anak kandung, tampilan kelas atau suasana kelas yang familiar tanpa ada sekar kekakuan otoritas guru, serta nampakkan  guru yang murah senyum bahkan humoris. Mengondisikan kegembiraan siswa tentu bukanlah sesuatu yang mudah. Guru harus memunyai kreativitas-kreativitas dalam hal ini. Tidak sekadar mencoba sekali saja tetapi harus berulang kali. Bukan hanya segi kuantitas, tetapi harus juga pada sisi kualitas. Teknik dan kiat dalam membuat gembira siswa harus selalu diusahakan karena kegembiraan siswa kepada gurunya adalah inti keberhasilan tujuan yang diharapkan oleh guru. Oleh karena itu, tak salah kiranya jika guru berdoa agar siswanya bergembira selalu. SEKIAN.

0 komentar:

 
SYUKUR SALMAN BLOG © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum