Tatkala sebagian pemberitaan media massa, cetak dan elektronik menyorot rencana pemerintah menaikkan bahan bakar minyak, ada sekelompok masyarakat anak bangsa ini yang masih “buta” terhadap semua hiruk pikuk permasalahan bangsa ini. Bukan karena ketidakpedulian mereka terhadap semua itu, sebagaimana sebagian pula anak bangsa memilih sikap tersebut, tetapi memang ketidakmampuan mereka mencerna atau memahami semua yang terjadi karena kekurangpengetahuan mereka akan hal tersebut. Kealpaan mereka terhadap sebagian besar kejadian yang bersinggungan langsung dengan ilmu pengetahuan dan teknologi disebabkan mereka memang belum pernah mengecap manis dan pentingnya pendidikan.
Diakui atau tidak, kenyataan menunjukkan bahwa di beberapa pelosok negeri ini masih banyak saudara sebangsa dan setanah air dengan kita yang luput dengan keberadaan sekolah untuk mereka. Hal ini juga merupakan permasalahan besar bangsa ini yang mungkin lebih besar dari permasalahan BBM. Kasak kusuk elit negeri ini menyangkut berbagai permasalahan bangsa, haruslah memasukkan pula keterpurukan sebagian anak bangsa dalam hal pendidikan sebagai hak azasi manusia, dalam list permasalahan bangsa yang membutuhkan pemecahan bersama. Empunya negeri ini bukan hanya yang berada di kota-kota yang telah mengecap pendidikan tinggi bahkan sangat tinggi sampai ke luar negeri, tetapi saudara-saudara kita yang hidup di ujung-ujung negeri ini, juga memunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Mungkin mereka tak pernah terpantau oleh media, atau tak pernah bersuara terhadap “ketidakadilan” yang mereka alami selama ini sebagai pemilik sah negeri ini juga.
Sudah saatnya pemerintah untuk melirik keberadaan mereka dengan memberikan sarana dan prasarana pendidikan, khususnya sekolah bagi mereka. Ini merupakan kewajiban penyelenggara pemerintahan sebagai bagian dari amanah dalam memimpin negeri ini, sedangkan pada sisi mereka merupakan hak sebagai bagian dari rakyat Indonesia. Memang bukan pekerjaan yang mudah, tetapi dibutuhkan komitmen dan semangat nasionalisme sebagai bangsa yang besar. Selama ini, mungkin bangsa ini dininabobokkan dengan anggaran pendidikan yang cukup besar dan merasa sangat besar. Hal ini disebabkan karena pandangan dalam melayani kebutuhan pendidikan hanya terbatas pada yang diketahui selama ini. Jika itu layanan terhadap sekolah, maka sekolah-sekolah yang dimaksud adalah yang telah ada dan pada daerah-daerah yang selama ini memang terjangkau dan terlayani. Kita lupa bahwa masih banyak anak-anak bangsa di pelosok-pelosok tertentu negeri ini memang belum pernah merasakan yang namanya pendidikan. Perlu dana yang sangat besar untuk menjangkau mereka yang akses menuju mereka saja sulit, apalagi dengan mendirikan sarana pendidikan di wilayah tersebut. Tetapi, ini harus dimulai sekarang dan tak mungkin lagi untuk menundanya. “Dosa” bangsa ini akan semakin bertumpuk jika mereka yang selama ini tak terjangkau tetap didiamkan demikian, apalagi jika alasan bahwa mereka juga tidak menuntutnya.
Kehausan mereka yang belum pernah mengecap pendidikan, meski tak disuarakan tetapi bangsa ini harus merasakannya. Bangsa ini harus mendengar teriakan batin mereka yang seolah-olah berteriak: “Jangan lupakan kami!!”. Pentingnya terus mengembangkan apa yang telah ada selama ini sebanding dengan pentingnya kita memerhatikan pula apa yang selama ini terlupakan. Bangsa ini dikenal sebagai bangsa yang tidak tertinggal disbanding bangsa lainnya dalam hal pendidikan, bahkan di banyak kesempatan menyaingi bahkan mengalahkan bangsa lainnya di dunia ini. Namun, akankah penilaian tersebut hanya dilihat dari sebagian saja anak bangsa yang telah mengharumkan negeri ini. Tentu kita ingin agar penilaian tersebut secara universal sehingga semakin menambah kepercayaan diri sebagai bangsa yang besar.
Perjuangan rakyat semesta yang pernah digelorakan para pahlawan bangsa ini dalam merebut kemerdekaan, harus menjiwai derap langkah kita dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Seluruh wilayah dan seluruh anak bangsa harus mendapat kesempatan dan layanan yang sama terhadap pendidikan. Maju bersama dan saling memajukan, merupakan esensi dari keberhasilan perjuangan merebut kemerdekaan ini oleh para pahlawan tersebut. Pendidikan sebagai sarana terpenting dalam mengisi kemerdekaan harus merata untuk siapa saja dan dimana saja. Jangan sampai persoalan-persoalan di luar pendidikan dapat menghambat memajukan pendidikan di seantero negeri ini. Persoalan tersebutlah yang harus dicarikan solusi pemecahannya, bukan niat baik dalam menjangkau mereka dengan pendidikan yang harus tertunda atau terhenti. Lima, sepuluh, lima belas tahun ke depan, hasil dari usaha ini akan terlihat dan sangat memengaruhi kemajuan Indonesia secara keseluruhan. Yakinlah…!
Jangan Lupakan Kami!
Muh. Syukur Salman
Rabu, 04 April 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Popular Posts
-
Akses internet yang cepat adalah dambaan semua orang yang aktif memanfaatkan internet sebagai sarana pendukung aktifitasnya. Tak terkecuali...
-
Secara formal memang tidak dikenal istilah sekolah favorit di Negeri ini. Namun, hampir di setiap daerah, sekolah favorit tetap ada dan sema...
-
Banyak pihak yang akhir-akhir ini meragukan efektifikasi program sertifikasi guru dapat meningkatkan professionalisme pahlawan tanpa tanda j...
-
Kata Baskom, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai “tempat air untuk cuci tangan atau muka”. Namun, pada umumnya ibu r...
-
Malam semakin larut, namun mata Rina belum dapat dipejamkan. Degupan jantungnya semakin kencang saja. Mukena yang dipakainya Shalat Isya bel...
Kata Bijak
Apapun harapan dan cita-citamu, semua tergantung kepadamu. Meski bantuan dari oranglain akan sangat bermanfaat, namun sangat kecil bagian dari pencapaian yang kau raih. Usahamu adalah jalanmu untuk menjadi yang kau inginkan. Oleh karena itu, apapun yang telah kau raih dan dapatkan adalah karena dirimu. Senang atau tidak senang terhadap keadaanmu sekarang adalah akibat dari dirimu sendiri. Jadilah dirimu sendiri adalah jalan yang terbaik dan terindah dalam arung kehidupan ini. MS2
Mengenai Saya

- Muh. Syukur Salman
- Parepare, Sulawesi Selatan, Indonesia
- Lahir di Parepare, 35 tahun yang lalu tepatnya tanggal 14 Agustus 1973. Menyelesaikan pendidikan tertingginya di Universitas Negeri Makassar tahun 2004 pada jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Profesi keseharian adalah Kepala SD Negeri 71 Kota Parepare, Sulawesi Selatan. Kegemaran dibidang tulis menulis juga membuatku telah menerbitkan 3 buku cerita anak, 1 buku kumpulan ESAI/OPINI pendidikan, dan 1 buku kumpulan cerpen remaja Islam. Mempunyai dua anak berumur 4 tahun yang laki-laki bernama Muh. Uswah Syukur dan berumur 2 tahun yang perempuan bernama Sitti Hasanah Syukur,serta seorang istri cantik bernama Mukrimah.
0 komentar:
Posting Komentar