Sebagai negara kepulauan terbesar kedua di dunia dengan suku bangsa ratusan jumlahnya, serta bahasa dan adat istiadat yang tak terhitung banyaknya, Indonesia selayaknya tak perlu lagi mengadopsi gaya dan kebudayaan dari negara lain. Kebanggaan kita sebagai bangsa yang besar belum tercermin dalam pola sikap kita berbangsa dan bernegara. Masih sebagian besar masyarakat Indonesia merasa bangga dengan gaya kebarat-baratan yang dipertontonkan tatkala beraktifitas di negeri ini. Seakan mereka lebih tinggi derajat, pengetahuan, dan kepopulerannya jika dalam berkomunikasi dan berekspresi menggunakan bahasa dan gaya asing. Tak hanya itu, sering kali dalam forum-forum ilmiah sekalipun dipenuhi dengan “cemohan” terhadap bangsa ini dengan membandingkan betapa “sempurnahnya” negara lain. Demam gangnam style saat ini adalah salah satu contoh, semakin kurangnya kecintaan kita terhadap budaya sendiri. Tragis, karena kebudayaan dari Korea itu, saat ini justru gencar dimasyarakatkan di Indonesia sampai ke daerah-daerah. Lomba gangnam style pun bermunculan seakan tak mau kalah memerlihatkan betapa salah kaprahnya mereka terhadap penghargaan kebudayaan. Sebenarnya, bukan gaya dan gerak dari gangnam style yang hebat, tetapi karena budaya tersebut datangnya dari luar sehingga cepat tersosialisasi di kalangan masyarakat yang gemar ikut-ikutan. Gerakan gangnam style sama sekali tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan gerakan dan hentakan gandrangbulo, salah satu kesenian dan budaya dari Bugis, Sulawesi Selatan. Hanya karena gencarnya liputan terhadap gangnam style yang juga dilakukan oleh media negeri ini, sehingga gerakan yang tak berseni itu pun, booming. Kebudayaan atau kesenian Korea yang membuat sebagian anak muda negeri ini menjadi “gila” tentu tak dapat kita tolak masuk ke Indonesia. Demam gangnam style dan sejenisnya dapat menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah agar kiranya dapat pula memberi dukungan penuh terhadap kemajuan budaya kita sendiri. Banyak pengalaman yang sudah harus membuat bangsa ini tersadar. Bagaimana negeri Jiran sekian kali “mencaplok” budaya Indonesia, dan kita baru sadar ketika budaya kita diakui oleh negeri lain. Budaya kita sebenarnya, tidak hanya sekadar budaya yang harus dilestarikan, tetapi penuh dengan nilai-nilai luhur bangsa ini yang sekarang mulai tercerabut dari asalnya. Lihat saja, betapa kekerasan, kebiadaban, dan ketidaktaatan semakin menjadi hal yang biasa di negeri ini. Kita merasa khawatir terhadap hal tersebut, tetapi di lain pihak kita mengadopsi budaya-budaya dari luar yang semakin menjauhkan kita dari nilai-nilai luhur bangsa ini. Saat ini, apa yang membanggakan kita terhadap negeri ini? Negeri yang setiap harinya dirasuki kekerasaan antargolongan, antarkampung, bahkan antarmahasiswa, dan pelajar. Negeri yang setiap harinya digerogoti oleh para koruptor, negeri yang semakin merasa terbelakang dibanding dengan negeri-negeri lainnya di dunia ini. Oleh karena itu, perlu kepedulian nasional untuk membangkitkan jati diri bangsa ini dengan menjunjung tinggi budaya bangsa ini. Hanya menghadapkan gandrangbulo untuk menantang gangnam style, kita sudah melihat ketertinggalan gerakan budaya dari Korea tersebut, apalagi jika kita mendorong sekian banyak budaya di Nusantara ini, jelas gangnam style tidak akan berbicara banyak. Persoalannya sekarang, sepeduli apakah kita sebagai bangsa yang memunyai segudang budaya hebat ini? Setiap kita, pribadi bangsa Indonesia harus memeunyai kepedulian untuk memertahankan budaya kita. Sekecil apapun peran serta kita untuk menghargai budaya leluhur demi kejayaan bangsa tak akan pernah sia-sia. Kepada pihak pemerintah atau pejabat, sudah semestinya menjadi panutan terhadap masyarakat awam. Tidak elegan rasanya, jika mereka yang semestinya lebih awal memerlihatkan kecintaan terhadap budaya bangsa, justru mempopulerkan budaya luar semisal gangnam style. Meski gandrangbulo, merupakan budaya Bugis Sulawesi Selatan, namun untuk menjadikan sebagai budaya nasional cukup dipopulerkan secara massal dan bersinergi antara masyarakat serta pemerintah dengan dukungan m edia. Sekali lagi, pelajaran yang bisa kita petik atas “demam gangnam style” di negeri ini adalah berikan dukungan terhadap budaya kita, baik oleh masyarakat maupun pemerintah, serta media nasionalis yang terus menyuarakan dan mensyiarkan budaya-budaya bangsa yang sangat luar biasa ini. Selain itu, belajarlah untuk tidak terjerumus oleh sikap ikut-ikutan yang kurang positif. Teguhlah terhadap nilai-nilai luhur bangsa. SEKIAN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Popular Posts
-
Akses internet yang cepat adalah dambaan semua orang yang aktif memanfaatkan internet sebagai sarana pendukung aktifitasnya. Tak terkecuali...
-
Secara formal memang tidak dikenal istilah sekolah favorit di Negeri ini. Namun, hampir di setiap daerah, sekolah favorit tetap ada dan sema...
-
Banyak pihak yang akhir-akhir ini meragukan efektifikasi program sertifikasi guru dapat meningkatkan professionalisme pahlawan tanpa tanda j...
-
Kata Baskom, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai “tempat air untuk cuci tangan atau muka”. Namun, pada umumnya ibu r...
-
Malam semakin larut, namun mata Rina belum dapat dipejamkan. Degupan jantungnya semakin kencang saja. Mukena yang dipakainya Shalat Isya bel...
Kata Bijak
Apapun harapan dan cita-citamu, semua tergantung kepadamu. Meski bantuan dari oranglain akan sangat bermanfaat, namun sangat kecil bagian dari pencapaian yang kau raih. Usahamu adalah jalanmu untuk menjadi yang kau inginkan. Oleh karena itu, apapun yang telah kau raih dan dapatkan adalah karena dirimu. Senang atau tidak senang terhadap keadaanmu sekarang adalah akibat dari dirimu sendiri. Jadilah dirimu sendiri adalah jalan yang terbaik dan terindah dalam arung kehidupan ini. MS2
Mengenai Saya

- Muh. Syukur Salman
- Parepare, Sulawesi Selatan, Indonesia
- Lahir di Parepare, 35 tahun yang lalu tepatnya tanggal 14 Agustus 1973. Menyelesaikan pendidikan tertingginya di Universitas Negeri Makassar tahun 2004 pada jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Profesi keseharian adalah Kepala SD Negeri 71 Kota Parepare, Sulawesi Selatan. Kegemaran dibidang tulis menulis juga membuatku telah menerbitkan 3 buku cerita anak, 1 buku kumpulan ESAI/OPINI pendidikan, dan 1 buku kumpulan cerpen remaja Islam. Mempunyai dua anak berumur 4 tahun yang laki-laki bernama Muh. Uswah Syukur dan berumur 2 tahun yang perempuan bernama Sitti Hasanah Syukur,serta seorang istri cantik bernama Mukrimah.
0 komentar:
Posting Komentar