Dak Pendidikan, KKN "Kurang Ajar"

Jumat, 07 November 2008

Era reformasi yang telah bergulir 10 tahun lamanya ternyata masih menyisakan hal-hal yang tidak tersentuh oleh gerakan reformis tersebut. Hampir semua lini hal-hal yang masih mengikuti trend KKN masih juga ada dan terus berlanjut. Tidak terkecuali sector pendidikan yang seharusnya sebagai pelopor gerakan reformasi di negeri ini.


Penyaluran Dana Alokasi Khusus bidang pendidikan adalah salah satu yang masih mengikuti cara-cara yang menggelikan. Terutama pada bagian pengadaan barang yang semuanya mungkin mengetahui bahwa metode yang digunakan “salah” tapi tetap juga diteruskan. Sekolah Dasar yang mendapat DAK pengadaan barang yang besarannya berkisar Rp. 160.000.000,- ternyata manfaat yang dirasakan tidak sebesar dengan jumlah dananya, bahkan terkesan sangat kecil manfaatnya. Mengapa demikian?


Arahan terhadap yang harus dibeli/diadakan merupakan bentuk KKN yang jelas dan terorganisir. Juga dalam hal mark up harga barang yang harus diadakan tadi, juga terbilang besar. Rekanan pengadaan barang juga hanya dilandasi kedekatan dari person Dinas Pendidikan atau kepala sekolah. Pelaksanaan pertemuan dewan guru hanya sebagai formalitas belaka dan untuk menunjukkan bahwa tidak ada rekayasa penunjukan.


Barang-barang yang harus diadakan sekolah dengan dana yang cukup besar di atas telah disusun pada satu buku katalog pengadaan barang yang sangat apik, lengkap dengan harga dan gambar barang tersebut. Jika hanya sampai di sini permasalahannya, maka hal ini cukup baik, karena kita bisa melihat spesifikasi berang, seperti komputer dan juga bisa membandingkan harga dipasaran. Namun, tidak hanya sampai di situ. Gambar dan spesifikasi barang yang ada pada katalog hanya sebagai formalitas rekanan dalam mendrop barang terlebih dahulu harus memperlihatkan barang yang akan dibeli oleh sekolah. Mengapa hanya sebagai formalitas? Tidak boleh ada penolakan, tidak boleh memilih, tidak boleh menawar, bahkan tidak boleh mempertanyakan isi dari katalog tersebut. Sekolah harus menerima apa yang diberikan berdasarkan katalog tersebut.


Beberapa barang yang harus diadakan, seperti mesin tik jelas pengadaannya sangat mubazir. Satu sekolah yang telah mempunyai mesin tik hasil DAK tahun lalu dan tidak pernah dimanfaatkan karena telah mempunyai fasilitas komputer, ternyata tahun ini harus mengadakan kembali mesin tik tersebut. Ini menunjukkan betapa ”bodohnya” sistem pengadaan barang pada DAK pendidikan. Belum lagi jika kita meneliti lebih seksama bandrol harga yang ditetapkan. Pengadaan buku-buku perpustakaan juga bernasib sama, sehingga tumpukan buku semakin banyak dan pada umumnya sama. Kebutuhan yang sangat mendesak sekolah atas fasilitas yang diperlukannya sama sekali tidak terpenuhi, padahal dana alokasi khusus pendidikan tersebut pada hakekatnya untuk hal-hal yang urgen dan mendesak.


Pertanyaan yang bergelayut adalah, apakah sistem ini merupakan arahan pusat, atau hanya daerah-daerah tertentu, atau hanya Kota Parepare yang demikian? Jika arahan pusat, maka jelas negara ini telah kehilangan nurani. Bayangkan, jika ada 100 sekolah saja yang demikian, maka dana yang ”mubazir” mencapai 16 miliar rupiah di negara ini setiap tahunnya dan hanya pada DAK pendidikan khusus pengadan barang. Ironisnya lagi, sistem ini dianggap sangat reformis dan tidak ada unsur kesalahan prosedur. Padahal, jika kita mau membandingkan dengan KKN yang ditutup-tutupi, maka KKN ala ini lebih ”kurang ajar”. Siapapun dalang sistem KKN kurang ajar ini jelas menganggap bangsa ini ”bodoh”. Oleh karena itu satu kata harus disepakati adalah ”HENTIKAN!!”.

 
SYUKUR SALMAN BLOG © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum