Doa Untuk Kau!

Sabtu, 25 Februari 2012


Ketika bangsa ini mengalami masa-masa sulit seperti saat ini, banyak hal yang sudah di luar pemikiran normal terjadi. Hal ini didorong oleh kegamangan masyarakat kita dalam menentukan mana yang baik dan yang buruk, begitu pula dalam menentukan pribadi-pribadi seseorang. Kata pepatah, air tenang jangan disangka tak berbuaya. Demikian pula yang terjadi saat ini, kita tidak boleh lagi tertipu oleh tampang yang kalem dan lembut, jangan sampai dia adalah “pembunuh berdarah dingin”. Sebenarnya, secara logis juga menyatakan bahwa, kita tak mungkin tertipu jika telah mengetahui penipu itu terlebih dahulu. Kita tertipu, karena orang itu disangka baik ternyata yang sebenarnya adalah kebalikan dari yang kita sangkakan tersebut.

Seorang filosof mengatakan bahwa semua orang patut dicurigai, termasuk diri kita sendiri. Pada diri setiap manusia memunyai potensi untuk berbuat jahat. Oleh karena itu, sesuatu yang wajar jika seseorang kadangkala melakukan kekhilafan. Tetapi, jika kekhilafan tersebut berfrekuensi sering, maka bukanlah sebagai suatu kewajaran tentunya. Namun, yang menyebabkan kita harus selalu memiliki kewaspadaan adalah bahwa setiap manusia memunyai pula kemampuan mempertahankan diri, salah satunya dengan berbohong. Tapi, semua itu tentu tidak lantas membuat kita frustrasi dan apatis. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang berakal dan berhati tentu harus selalu berusaha untuk semakin menjadi baik dan pintar. Hanya saja, proses menjadi baik dan pintar inilah yang sering mengarah pada posisi melenceng ke arah buruk dan bodoh.

Jika kita termasuk yang rutin mengikuti perkembangan informasi di media, maka tentu paham benar terhadap kondisi “perkorupsian” negeri ini yang semakin menggurita. Tidak hanya itu, kondisi rusuh dan tawuran dalam menyelesaikan masalah, hampir setiap hari menjadi bahan bacaan dan tontonan. Etika dan saling menghormati yang menjadi ciri khas bangsa ini dulu, telah berada pada titik nadir dan seolah akan menjadi catatan sejarah saja. Bahkan kesan yang ada saat ini bahwa korupsi, kekerasan, kebejatan, dan semua kekisruhan ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari derap langkah bangsa ini. Bagaimana tidak, mulai dari desa pedalaman sekalipun, sampai pada jantung negeri ini (Jakarta) kejadian serupa terjadi. Mulai dari masyarakat kecil, sampai pejabat setingkat anggota DPR sekalipun, menjadi pelaku terhadap kekisruhan dan kegaduhan tersebut.

Ada hal yang menarik dan termasuk tidak masuk akal yang perlu dicermati. Menyusul banyaknya tersangka pelaku kejahatan dengan berbagai tingkat strata dan profesi. Baik itu walikota, bupati, gubernur, anggota DPR, artis, pengusaha, dan pemerintah lainnya, semua telah ada perwakilannya di sel tahanan pesakitan saat ini. Apa yang menarik? Pada saat para insan-insan korup dan bejat itu ditanya oleh wartawan terhadap kasus yang mengganjalnya, maka sering mereka menjawab: “maaf yah, saya hanya mengharap doanya saja dari masyarakat Indonesia”. Bayangkan, betapa tidak normalnya mereka tersebut, dengan mengharap doa dari kita semua. Siapa yang bodoh mau mendoakan para koruptor semacam Nazar, Angelina, dan Nunun, serta Malinda tersebut, atau para artis yang terlibat narkoba dan perselingkuhan, sehingga mereka meminta kita untuk mendoakannya? Tentu, kita pasti tahu siapa saja yang patut didoakan. Para korban bencana alam yang kehilangan keluarga, harta, dan harapan, itulah yang patut mendapat doa dari kita, dan tentu saja akan lebih baik jika turut membantu mereka.

Para pesakitan yang telah menggerogoti kenyamanan negeri ini, benar-benar telah buta hati. Mengharap doa dari kita, seolah-olah kita semua adalah pendukungnya. Atau mereka menyangka, kita sedih melihatnya menjadi pesakitan karena telah rakus memakan uang negeri ini, dan telah membuat kebejatan merajalela. Mereka mengharap doa dari kita, agar mereka tidak terbebani kasus yang membelitnya, dan kesalahan yang telah dilakukannya tidak terbukti. Dan jika boleh dia mengharap doa dari kita, agar kesalahan dan kebejatan yang selama ini dilakukannya tetap dapat dilakoninya tanpa mendapat jerat hukum.

Akan lebih elegan, jika mereka yang berdoa untuk kita. Dia semestinya berdoa, agar kita semua tidak mengikuti jejak langkahnya. Mungkin saja Tuhan, dengan doanya tersebut, bersedia mengurangi sedikit dosanya. Atau, jika memang mereka masih sombong tidak mau mendoakan kita dan tetap mengharap doa dari kita, maka yang terbaik doa kita adalah bahwa semoga mereka para pembuat kegaduhan di negeri ini, mendapat hukuman yang seberat-beratnya di dunia dan akhirat kelak. Kita tak boleh ditulikan dengan suaranya yang memelas dan merdu, tak boleh dibutakan dengan tampang dan sikapnya yang dibuat-buat, tak boleh dilemahkan oleh pangkat dan jabatannya yang tinggi, tak boleh dirayu dengan idola dan pujaan dalam kelompok kita. Jika orang itu telah dinyatakan bersalah, maka hilangkan semua beban keterkaitan dengan kita, lalu kita berdoa untuknya, agar menerima hukuman yang berat dengan ikhlas seperti saat dia melakukan kejahatan dengan ikhlas pula. SEKIAN.

0 komentar:

 
SYUKUR SALMAN BLOG © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum