Ekslusifisme Pejabat Perlu Ditanggalkan

Kamis, 15 Mei 2008

Negara dibangun dengan tiga landasan kuat, yaitu adanya wilayah yang merdeka, adanya rakyat atau masyarakat, dan adanya pemerintahan yang berdaulat. Ketiga hal tersebut saling membutuhkan satu dengan yang lainnya sehingga membentuk sistem ketatanegaraan yang kokoh. Jika salah satunya lemah, maka yakinlah gerak langkah negara tersebut akan terseok-seok menuju tujuannya. Proses terbentuknya suatu wilayah yang berdaulat tentu bukanlah hal yang mudah. Kalau pun ada terbentuk dengan mudah, maka akan memudahkan pula keruntuhan wilayah atau daerah tersebut. Namun buka pula hal yang harus dibuat-buat sehingga proses terbentuknya harus sulit atau sukar, tapi merupakan hal yang alami terproses oleh kita dan alam.
Kesatuan tiga faktor penting di atas juga berlaku pada daerah yang lebih kecil, seperti provinsi atau kota dan kabupaten, namun tentu saja riak dan gelombang permasalahannya juga bertaraf lebih kecil. Meski demikian biasanya riak yang kecil tadi merupakan cikal bakal gelombang pada suatu negara, sehingga perlu adanya kesatuan pandang tentang kesatuan ketiga hal tersebut. Faktor wilayah tentu saja merupakan faktor yang paling kecil kemungkinan terjadi riak dalam skala daerah provinsi atau kota, namun faktor pemerintahan dan masyarakat merupakan dua hal yang kemungkinan besar yang dapat menimbulkan riak tadi.
Dengan diterapkannya Undang-undang Otonomi Daerah, kemungkinan hal di atas lebih besar, terutama pada struktur pemerintahan. Dengan kekuasaan yang sangat besar pada Era Otoda ini, pemerintah kemungkinan besar dapat menimbulkan gap dengan masyarakatnya. Oleh karena itu perlu mendapat perhatian serius kepada semua pihak yang tidak menginginkan hal tersebut terjadi. Masukan dan kritikan perlu selalu ada yang membatasi untuk mencegah hal tersebut, setidaknya memperlambat. Walau demikian yang paling penting sebenarnya adalah kesadaran dari pihak pemerintah bahwa tanggungjawab yang diembannya dalam mengurus suatu daerah merupakan amanah dari masyarakat itu sendiri, oleh karena itu tak ada alasan sedikit pun untuk memperenggang gap antara pemerintah dengan masyarakat. Namun, walau demikian unsur dalam pemerintahan yang sering mendobrak kesepakatan tersebut adalah pejabat.
Tak dapat disangkal bahwa pejabat memiliki ego eksklusivisme. Ini adalah hal yang wajar, karena pejabat menempati kedudukan yang lebih tinggi dibanding yang lainnya. Tak semua orang dapat menjadi pejabat, hanya sebagian terkecil dari suatu kelompok bidang pemerintahan tertentu, apalagi jika kita berbicara masyarakat, tentu lebih tinggi lagi ego eksklusivisme pejabat tersebut.
Diakuinya eksklusivisme pejabat oleh semua orang, bukan berarti diakuinya pula jurang pemisah antara pejabat dengan masyarakat. Justru dengan eksklusivisme yang melekat padanya dapat membuat suasana lebih kondusif jika ada inisiatif untuk lebih dieratkannya hubungan antara pejabat dengan masyarakat. Apakah inisiatif tersebut harus datangnya dari pejabat? Tentu, karena tanpa dukungan masyarakat suatu jabatan tak akan berfungsi dan bisa saja tak akan diakui oleh objek jabatan tersebut, yakni masayarakat itu sendiri. Selain itu masyarakat kita masih sebagai masyarakat yang baik, yang sangat menghargai pejabat sehingga sering merasa canggung, segan, dan kikuk untuk mengambil inisiatif tersebut.
Sangat tepatlah konsep walikota Parepare yang baru ini tentang pentingnya dukungan masyarakat dalam menunjang program yang akan dijalankan oleh Pemerintah Daerah. Tanpa dukungan masyarakat, pemerintah tak akan mampu berbuat banyak jika tak dapat dikatakan sama sekali tak akan dapat menjalankan program yang telah tersusun dengan apik. Langkah yang semestinya ditempuh pejabat untuk mendapat dukungan masyarakat yang lebih baik adalah berkenan menanggalkan eksklusivisme jabatan mereka. Menanggalkan eksklusivisme jabatan bukan berarti menanggalkan wibawa jabatan seorang pejabat, tapi justru akan membuat pejabat tersebut lebih bersahaja, sesuatu yang menjadi sifat masyarakat. Bukan pola tingkah laku yang harus lebih memerintah, lebih berkuasa, lebih mewah, lebih membusungkan dada, lebih tak ada senyum, dan yang lainnya, yang membuat seorang pejabat diakui sebagai pejabat oleh masyarakat. Anda sebagai pejabat telah dilantik untuk menduduki jabatan tersebut, itulah yang menandakan anda seorang pejabat, dan itu pulalah eksklusivisme yang diakui oleh masyarakat. Eksklusivisme yang harus ditanggalkan adalah eksklusivisme yang muncul pada pola tingkah laku yang berubah semenjak menjadi pejabat.
Penanggalan eksklusivisme ini semakin urgen seiring semakin kritisnya masyarakat kita dewasa ini. Masyarakat kita lebih hormat dan salut kepada seseorang yang berprilaku terpuji dibanding seorang bangsawan atau keturunan ningrat, seperti yang dianut oleh masyarakat kita pada masa yang lalu. Walau pun masih ada hal tersebut terlihat, itu merupakan hal semu yang diakibatkan adanya sifat ABS (Asal Bapak Senang), tapi pada kenyataannya tidak demikian. Pejabat saat ini seharusnya tidak berprilaku feodal, tidak berprilaku majikan atau tuan besar, apalagi jika mereka berprilaku sebagai mandor yang siap menghukum jika terjadi kesalahan.
Turun merangkul masyarakat, bukanlah hal yang hina jika dilakukan oleh pejabat. Justru hal tersebut merupakan entrypoint terhadap pejabat yang melakukannya dibanding pejabat yang masih enggan melakukannya. Namun, tetap pula ada peringatannya, bahwa kesemuanya itu bukanlah hal yang didramatisir, tapi sesuatu yang muncul dari lubuk hati yang paling dalam seorang pejabat. Memang saat ini ada trend pula dalam merangkul masyarakat, apalagi jika mendekati pemilihan seorang pejabat. Hal ini tentu saja tidak diinginkan jika hanya insidentil demikian. Kesuksesan suatu pembangunan dan program pemerintah suatu daerah memerlukan kelanggengan bersatunya pemerintah (pejabat) dengan masyarakatnya.
Pejabat semestinya sadar bahwa jabatan yang mereka emban saat ini bukanlah sesuatu yang abadi. Bukan pula karena kesadaran itu, justru membuat kita meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan prinsip kesempatan tak akan datang dua kali. Tapi, akan lebih bermakna jika kesadaran itu membuat seorang pejabat mengabdikan dirinya lebih keras lagi demi kesejahteraan masyarakat yang berada di bawah bidang jabatannya. Sungguh, telah nyata bahwa pejabat yang mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk masyarakat dengan menanggalkan eksklusivisme jabatannya akan lebih dikenang dengan kenangan manis, dibanding pejabat yang hanya memikirkan keuntungan semata dalam memangku jabatannya.

0 komentar:

 
SYUKUR SALMAN BLOG © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum