Tuntutan peningkatan kinerja sudah merupakan sesuatu yang harus ada dan harus diusahakan agar terlaksana. Hal ini demi mengimbangi kemajuan dan perkembangan zaman di segala bidang. Kata orang, siapa yang santai akan ketinggalan kereta. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, tuntutan “agresifitas” peningkatan kinerja harus diamini dan direalisasikan. Seorang pegawai atau karyawan atau pekerja lainnya yang menekuni bidang kerjanya dengan “biasa-biasa saja” pada zaman ini, tak mungkin berhasil atau meningkat karirnya. Apalagi, ke depan nanti, cara-cara tidak fair dalam menduduki suatu jabatan akan semakin terkikis dan didominasi oleh penilaian kinerja.
Tentu harapannya adalah bahwa keinginan untuk meningkatkan kinerja tersebut tidak sekedar “lipstick” belaka. Hanya terdengar pada kegiatan penataran, diklat, symposium dan seminar, bukan untuk dilaksanakan tetapi hanya terbatas untuk diketahui. Ada pula yang berusaha menerapkannya hanya pada waktu-waktu tertentu saja dan dengan teknik yang juga kurang benar. Lebih khusus lagi jika peningkatan kinerja dilihat hanya pada kedisiplinan, itupun pada bagian kehadiran atau absensi, dan lebih kecil pada absensi hari pertama kerja setelah cuti bersama setelah lebaran.
Bukanlah sesuatu yang salah, tetapi sangat disayangkan jika peningkatan kinerja yang ada pada lingkup pemahaman sampai saat ini terbatas pada hal tersebut. Lebih ironis lagi jika member kesan sangat berpihak pada kedisiplinan dengan mengumbar “ancaman”. Pegawai yang tak masuk hari pertama akan diberikan sanksi. Demikian salah satu kalimat ancaman yang diumbar, demi peningkatan kedisiplinan selanjutnya diharapakan peningkatan kinerja secara keseluruhan. Kebiasaan mengancam atau menakut-nakuti dan semacamnya memang merupakan bentuk teknik peningkatan kinerja yang biasa dilakukan. Namun, tentu saja hal semacam itu sudah tidak populer pada zaman sekarang.
Manajemen Ancaman, bagaikan kenikmatan sesaat mengkonsumsi mie instan tetapi akan berdampak buruk pada jangka panjangnya. Ketakutan tidak hadir pada hari pertama kerja akan merasuki pegawai atau karyawan. Segala usaha pun dilakukan untuk tidak absen pada hari pertama tersebut, meski hari-hari berikutnya lain urusan. Manajemen Ancaman yang diterapkan dapat dipastikan berhasil, tetapi cuma sehari, hari pertama kerja saja. Pejabat yang menerapkan manajemen ancaman pun dengan bangganya melontarkan keberhasilannya. Demi memperlihatkan keseriusan penigkatan disiplin dengan manajemen ancaman tersebut, maka data pegawai dan karyawan mangkir pun dikumpulkan selanjutnya diberikan tindakan. Menyebarlah virus ketakutan akan penerapan manajemen ancaman. Kinerja hanya dinilai dari kemampuan berkelit atau menghindar dari ancaman.
Manajemen ancaman akan melahirkan ketakutan, kekakuan, dan kekerdilan kinerja. Manajemen ancaman akan menghilangkan enjoynitas bekerja, kreatifitas, dan prestasi. Manajemen ancaman adalah turunan dari kepemimpinan otoriter dan jauh dari semangat demokrasi. Kecenderungan menerapkan manajemen ancaman merupakan indikasi kepemimpinan yang frustrasi dan semakin hilangnya kepercayaan orang-orang yang dipimpinnya. Melanggengkan manajemen ancaman dalam suatu system keorganisasian akan berdampak pada munculnya organisasi-organisasi stempel atau papan nama belaka. Semangat menghidupkan organisasi akan hilang dan tergantikan dengan “motivasi” keterpaksaan yang semakin besar.
Suatu sistem atau organisasi, baik besar maupun kecil akan lebih matang dan kuat jika ditumbuhkan dengan manajemen non ancaman. Bisa diistilahkan manajemen kreatifitas, manajemen demokrasi, manajemen inovasi, manajemen kepercayaan, atau lain sebagainya. Tentu tidak instan hasil yang diperoleh seperti pada manajemen ancaman, akan tetapi hasilnya akan bertahan lama dan penuh dengan kejujuran dalam beraktifitas dan bekerja. Keteladanan tentu merupakan modal utama dalam menjalankan manajemen ini. Kepemimpinan yang jujur, amanah, dan kreatif sangat memungkinkan menghasilkan pegawai atau karyawan yang bekerja dengan tulus tanpa harus mengumbar ancaman terlebih dahulu.
Tentu tidak akan sulit menghadirkan pegawai dan karyawan pada hari pertama setelah lebaran dan hari-hari setelah itu dengan manajemen keteladanan. Keteladanan yang ditampilkan seorang pemimpin akan menjadikan dirinya menjadi berwibawa, sehingga para pegawai dan karyawannya akan mengikutinya bukan karena takut, tetapi karena keseganan dan rasa malu jika tidak menjalankan kewajiban, bahkan lebih dari itu, kreatifitas dan inovasi akan muncul dalam bekerja demi kemajuan organisasinya atau tempatnya bekerja. Semangat memiliki, semangat persaingan sehat, dan semangat selalu maju, akan menjalar pada para pegawai atau karyawan yang ditempa dengan manajemen non ancaman. SEKIAN
Label:
artikel
MANAJEMEN ANCAMAN
Muh. Syukur Salman
Senin, 11 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Popular Posts
-
Akses internet yang cepat adalah dambaan semua orang yang aktif memanfaatkan internet sebagai sarana pendukung aktifitasnya. Tak terkecuali...
-
Secara formal memang tidak dikenal istilah sekolah favorit di Negeri ini. Namun, hampir di setiap daerah, sekolah favorit tetap ada dan sema...
-
Banyak pihak yang akhir-akhir ini meragukan efektifikasi program sertifikasi guru dapat meningkatkan professionalisme pahlawan tanpa tanda j...
-
Kata Baskom, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai “tempat air untuk cuci tangan atau muka”. Namun, pada umumnya ibu r...
-
Malam semakin larut, namun mata Rina belum dapat dipejamkan. Degupan jantungnya semakin kencang saja. Mukena yang dipakainya Shalat Isya bel...
Kata Bijak
Apapun harapan dan cita-citamu, semua tergantung kepadamu. Meski bantuan dari oranglain akan sangat bermanfaat, namun sangat kecil bagian dari pencapaian yang kau raih. Usahamu adalah jalanmu untuk menjadi yang kau inginkan. Oleh karena itu, apapun yang telah kau raih dan dapatkan adalah karena dirimu. Senang atau tidak senang terhadap keadaanmu sekarang adalah akibat dari dirimu sendiri. Jadilah dirimu sendiri adalah jalan yang terbaik dan terindah dalam arung kehidupan ini. MS2
Mengenai Saya

- Muh. Syukur Salman
- Parepare, Sulawesi Selatan, Indonesia
- Lahir di Parepare, 35 tahun yang lalu tepatnya tanggal 14 Agustus 1973. Menyelesaikan pendidikan tertingginya di Universitas Negeri Makassar tahun 2004 pada jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Profesi keseharian adalah Kepala SD Negeri 71 Kota Parepare, Sulawesi Selatan. Kegemaran dibidang tulis menulis juga membuatku telah menerbitkan 3 buku cerita anak, 1 buku kumpulan ESAI/OPINI pendidikan, dan 1 buku kumpulan cerpen remaja Islam. Mempunyai dua anak berumur 4 tahun yang laki-laki bernama Muh. Uswah Syukur dan berumur 2 tahun yang perempuan bernama Sitti Hasanah Syukur,serta seorang istri cantik bernama Mukrimah.
0 komentar:
Posting Komentar