Sejak digulirkannya peningkatan kesejahteraan guru, baik melalui tunjangan profesi guru maupun tunjangan fungsional serta kemaslahatan lainnya, pemerintah tak hentinya mengeluarkan regulasi yang pada intinya terus menekankan pada peningkatan kompetensi guru. Pemerintah ternyata telah berhitung, bahwa dengan peningkatan kesejahteraan guru akan memudahkannya memberikan aturan-aturan yang mengharuskan guru secara terus menerus berusaha meningkatkan kinerjanya. Melihat kenyataan bahwa kebijakan meningkatkan kesejahteraan belum dibarengi oleh peningkatan kinerja oleh guru, maka pemerintah pun “memaksa” guru untuk terus mengembangkan diri lewat berbagai aturan tadi. Bagaimana sebaiknya guru menyikapi hal ini? Pertanyaan tersebut tentu harus dijawab dengan semangat optimism, bahwa maksud pemerintah dengan berbagai kebijakan terhadap guru tak lain adalah demi meningkatkan harkat dan martabat guru sebagai profesi. Meski tetap memberi penghargaan kepada beberapa kalangan guru yang sempat memertanyakan semakin sulitnya pemberian sertifikasi guru, juga yang berkaitan dengan Uji Kompetensi Guru (UKG), dan yang terbaru adalah Penilaian Kinerja Guru (PKG) dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), namun perlu dicermati bahwa semakin guru teruji, maka semakin dapat diandalkan. Sebagai guru, mestinya menunjuk diri dengan pertanyaan: “apakah saya telah menjalankan tugas sebagai guru dengan sebaik-baiknya?” Tidakkah kita hanya “berteriak” pada saat tunjangan profesi terlambat, tetapi tanpa kita sadari bahwa didaktik dan metodik kita mengajar masih meragukan, kita asyik mengajar tanpa peduli penggunaan media pembelajaran, tanpa peduli metode yang baik kita gunakan, tanpa peduli etika dan karakter siswa kita, bahkan lebih mendahulukan menghadiri pesta pernikahan dan menerima tamu dibanding mengajar sebagai tugas pokok guru. Fenomena guru, menurut beberapa ahli, sama saja di negeri ini. Namun, hal itu tak dapat dijadikan pembenaran terhadap apa yang terjadi di daerah kita, bahkan di sekolah kita. Tak ada satu pun regulasi atau anjuran yang membenarkan guru dalam menjalankan tugasnya hanya sekadarnya saja sudah cukup. Ungkapan “yang penting”, yang penting datang ke sekolah, yang penting mengajar , yang penting tidak pulang cepat, yang penting lengkap perangkat pembelajaran, dan yang penting lainnya, sudah harus dihilangkan. Sudah saatnya kita para guru menyadari bahwa di pundak kitalah generasi penerus bangsa ini ditentukan karakter dan kualitasnya kelak. Guru seharusnya tidak hanya mengatakan “yang penting” tetapi sudah sepantasnya mengatakan “yang harus”. Mayoritas guru telah dibekali didaktik dan metodik sebelum menggeluti profesi ini. Oleh karena itu, mereka tahu dan paham bagaimana sebaiknya menjadi guru tersebut, hanya saja kemauan untuk melaksanakannya itu yang masih kurang. Motivasi untuk berbuat yang terbaik selalu dihalang-halangi oleh realita di lapangan yang memerlihatkan kurangnya penghargaan bagi mereka yang berkinerja lebih baik. Wahai para guru, tujuan kita bukanlah merubah realita di lapangan tersebut, tetapi yang harus dilakukan adalah bagaimana kita merubah pola pikir kita tentang peningkatan kompetensi dan kinerja tersebut. Guru adalah profesi yang paling akademik, sehingga pilihan-pilihan mereka berbuat harus pula akademik. Peningkatan kompetensi dan kinerja tidak harus memerhatikan dan dipengaruhi oleh realitas, tetapi harus dilandasi oleh semangat Guru digugu dan ditiru, dilandasi oleh regulasi yang mengharuskan guru selalu berkinerja terbaik, dilandasi oleh tanggungjawab yang dibebankan negara kepada guru. Oleh karena itu, jangan biarkan realita yang kurang benar saat ini memengaruhi kita untuk turut “berkubang” menjadi orang-orang yang apatis. Mengapa harus memusingkan realita, kalau kita bisa berbuat lebih baik. Oleh karena itu, sebagai guru yang harus adalah bagaimana dalam menjalankan tugas lebih kreatif, yang harus adalah menggunakan media dalam mengajar, yang harus adalah menggairahkan kelas, yang harus adalah menggunakan metode dan teknik mengajar yang tepat, yang harus adalah selalu memerhatikan etika dan karakter siswa, dan yang harus adalah lebih mendahulukan kewajiban daripada penuntutan hak. Munculkan motivasi dalam diri sebagai guru, bahwa penghargaan yang paling berharga adalah penghargaan dari-Nya. Istiqamah dalam menjalankan tugas sebaik-baiknya adalah sebuah pilihan bijak dalam kondisi yang serba tak memihak kepada yang seharusnya ini. Di lain pihak, tentu kita tetap mengharap suatu kondisi yang lebih sejuk bagi guru untuk semakin meningkatkan kompetensi dan kinerjanya. Berikan ruang kepada mereka untuk mengesplor kemampuannya, sehingga akan bermunculan guru-guru kreatif yang menghasilkan alumni yang handal pula. SEKIAN.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Popular Posts
-
Akses internet yang cepat adalah dambaan semua orang yang aktif memanfaatkan internet sebagai sarana pendukung aktifitasnya. Tak terkecuali...
-
Secara formal memang tidak dikenal istilah sekolah favorit di Negeri ini. Namun, hampir di setiap daerah, sekolah favorit tetap ada dan sema...
-
Banyak pihak yang akhir-akhir ini meragukan efektifikasi program sertifikasi guru dapat meningkatkan professionalisme pahlawan tanpa tanda j...
-
Kata Baskom, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai “tempat air untuk cuci tangan atau muka”. Namun, pada umumnya ibu r...
-
Malam semakin larut, namun mata Rina belum dapat dipejamkan. Degupan jantungnya semakin kencang saja. Mukena yang dipakainya Shalat Isya bel...
Kata Bijak
Apapun harapan dan cita-citamu, semua tergantung kepadamu. Meski bantuan dari oranglain akan sangat bermanfaat, namun sangat kecil bagian dari pencapaian yang kau raih. Usahamu adalah jalanmu untuk menjadi yang kau inginkan. Oleh karena itu, apapun yang telah kau raih dan dapatkan adalah karena dirimu. Senang atau tidak senang terhadap keadaanmu sekarang adalah akibat dari dirimu sendiri. Jadilah dirimu sendiri adalah jalan yang terbaik dan terindah dalam arung kehidupan ini. MS2
Mengenai Saya

- Muh. Syukur Salman
- Parepare, Sulawesi Selatan, Indonesia
- Lahir di Parepare, 35 tahun yang lalu tepatnya tanggal 14 Agustus 1973. Menyelesaikan pendidikan tertingginya di Universitas Negeri Makassar tahun 2004 pada jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Profesi keseharian adalah Kepala SD Negeri 71 Kota Parepare, Sulawesi Selatan. Kegemaran dibidang tulis menulis juga membuatku telah menerbitkan 3 buku cerita anak, 1 buku kumpulan ESAI/OPINI pendidikan, dan 1 buku kumpulan cerpen remaja Islam. Mempunyai dua anak berumur 4 tahun yang laki-laki bernama Muh. Uswah Syukur dan berumur 2 tahun yang perempuan bernama Sitti Hasanah Syukur,serta seorang istri cantik bernama Mukrimah.
0 komentar:
Posting Komentar