Renungan Hari Ibu 22 Des 2008

Selasa, 23 Desember 2008


Wanita, Bercita-citalah Menjadi Seorang Ibu


Dunia ini semakin edan. Demikian kita sering berseru tatkala melihat sesuatu yang sudah menyalahi kondratnya, dan berusaha untuk menentang sunnatullah. Kerancuan dalam berpikir terimbas dengan sangat nyata pada pola prilaku sehari-hari. Kepatutan dan tuntunan telah menjadi kepalsuan dan tontonan. Prilaku yang mengobrak-abrik keberetikaan telah menjadi sesuatu yang umum di masyarakat. Pada akhirnya pergeseran nilai semakin deras arusnya dan sulit untuk dibendung. Penghancuran terhadap nilai-nilai sakral dan religius telah terjadi pada semua tingkat dan strata sosial. Tidak mengenal usia dan jenis kelamin, serta tidak memperdulikan lagi nasehat dari sekian banyak sumber, kondisi yang menerobos sendi-sendi nilai etika dan agama terus berlanjut sampai pada titik nadir kekhawatiran yang teramat sangat.

Kita sebagai bangsa yang berTuhan tentu memahami bahwa prilaku kita sebagai hamba-Nya akan berkorelasi langsung dengan kejadian yang selama ini menimpa bangsa dan negara kita. Tak ada yang dapat menyangkal bahwa beberapa tahun terakhir ini bangsa Indonesia banyak ditimpa dengan musibah, baik yang namanya bencana alam, maupun musibah yang bersangkutan dengan hubungan kemanusiaan. Keniscayaan bencana tersebut sama nyatanya dengan semakin derasnya pergeseran nilai yang kita anut dan percaya sekarang ini. Bentuk-bentuk pelecehan terhadap nilai-nilai etika dan agama yang nyata terjadi di republik ini, bahkan ironisnya lagi ada yang diperjuangkan. Perjuangan para ”aktifis” kebebasan telah mendobrak batasan-batasan yang telah ditentukan oleh etika agama. Hak Azasi Manusia merupakan alasan yang sangat sering untuk dijadikan dasar untuk menahan gerakan-gerakan pemurnian nilai-nilai religius. Lihat saja tarik ulur pengesahan UU Anti Pornografi dan Pornoaksi di DPR. Meski telah disahkan, namun ternyata tidak sedikit manusia di Republik ini yang mengaku berTuhan tapi menolak aturan-aturan Tuhan. Lebih mengherankan lagi bahwa ternyata yang menetang UU tersebut banyak pula dari golongan yang diperjuangkan dalam UU itu, yakni perempuan.

Pelecehan yang terjadi selama ini hampir semuanya dialami oleh perempuan. Baik itu pelecehan seks, pisik, maupun non pisik banyak dialami kaum perempuan. Namun, ternyata sebagian di antaranya menganggap eksploitasi terhadap perempuan, merupakan suatu kebebasan yang merupakan hasil dari perjuangan gender dan seni. Kita saksikan saja sendiri unsur-unsur seni yang berhubungan dengan perempuan sebagian besar hanya berkisar pada eksploitasi raga mereka. Peran media massa dan sarana elektronik yang semakin canggih saat ini dalam mengumbar hal-hal yang tidak etis berkenaan dengan perempuan sangat ampuh mengimbaskan prilaku-prilaku ”kotor” tersebut ke masyarakat luas bahkan sampai ke pelosok. Perhatikan saja aktifitas ”candoleng-doleng” di beberapa pelosok Sul-Sel yang mengumbar pornoaksi di tempat umum. Juga sudah sangat sering kita mendengar adanya prilaku-prilaku mesum yang direkam dengan ponsel. Lebih dari itu, pelakunya juga tidak lagi memandang siapa mereka. Mulai dari pejabat, pegawai, sampai pada anak sekolah sekalipun. Pada bagian yang terakhir ini sungguh sangat mengkhawatirkan, yakni pelakunya anak sekolah yang jelas-jelas sebagai penerus bangsa.

Sebenarnya, prilaku-prilaku mesum yang terjadi pada sebagian anak sekolah kita tentu melalui proses. Kecenderungan untuk mengeksploitasi diri mereka dari hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai agama memang telah dibentuk oleh mereka dan orang-orang di luar mereka. Pergaulan mereka yang tidak terkontrol oleh orangtua dan guru termasuk yang mempercepat proses tersebut. Tidak hanya itu, cara hidup mereka seperti cara berpakaian dan aktifitas keseharian di luar jam sekolah sudah sangat menjurus ke hal-hal negatif. Rok mini, celana, dan baju ketat sudah merupakan hal biasa. Bahkan beberapa sekolah (SMP dan SMA) tidak lagi menghiraukan cara berpakaian siswanya. Pergaulan antara siswa perempuan dan laki-laki sudah tak ada bedanya jika bergaul dengan sesama jenis. Hal ini pun kurang menjadi kepedulian guru dan orangtua. Jika hal ini tidak ada penanggulangannya, maka dapat dipredikasi bahwa prilaku-prilaku mesum akan semakin sering terjadi pada anak-anak kita, dan yang paling dirugikan jika hal itu terjadi adalah wanitanya.

Salah satu yang kita yakini dalam Islam adalah bahwa wanita adalah tiang negara. Jika wanita baik, maka negara maju dan besar, tapi jika sebaliknya maka kita tinggal menunggu kehancuran bangsa ini. Wanita adalah calon-calon ibu yang akan melahirkan anak-anak bangsa penerus estafet pembangunan bangsa. Anak-anak yang lahir dari rahim ibu diharapkan menjadi kebanggaan keluarga, bangsa, dan agama. Oleh karena itu, wanita harus mempersiapkan diri menjadi ibu yang baik. Seorang ibu harus mempunyai sikap dan prilaku keibuan. Ibu adalah seorang yang halus perasaannya, tenggang rasa dan belas asih, serta menjaga keluarganya terutama anak-anaknya dari pengaruh yang buruk. Ibu juga harus cerdas dan mempunyai kepekaan terhadap permasalahan yang terjadi, namun tidak berarti ibu mengambil alih hak dan kewajiban ayah. Pengorbanan seorang ibu jangan dianggap suatu ketidakadilan, karena Allah telah menjanjikan balasan yang tiada taranya yakni surga.

Begitu mulianya seorang ibu, sehingga persiapannya juga harus dengan cara-cara yang baik. Cita-cita untuk menjadi seorang ibu harus diusahakan sejak dini. Mulailah dengan menjaga diri kita dari prilaku-prilaku tercela dan berusahalah untuk melakukan hal-hal yang positif dan sesuai dengan etika agama. Pikirkan baik-baik tindakan kita dalam bergaul, karena jelas pergaulan bebas tidak menghasilkan hal yang baik. Wanita dan laki-laki yang bergaul secara bebas dapat saja berujung ke hal yang memalukan terutama sekali pada wanitanya sebagai calon ibu tadi. Mengapa kita masih meragukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang jelas-jelas akan memberi keselamatan tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Mulailah dari sekarang, jangan ditunda-tunda lagi, bercita-citalah menjadi seorang ibu.

Kondrat seorang ibu adalah melahirkan anak-anaknya. Suatu kebanggaan wanita yang menjadi seorang ibu jika dapat menghadirkan anak di dalam keluarganya. Ibu yang terbentuk dari wanita-wanita yang telah terjaga cita-citanya menjadi seorang ibu sejak dini tentu mempunyai kemampuan dalam mendidik anak-anaknya sebagai generasi penerus yang baik. Seorang ibu adalah pendidik yang pertama dan utama, sehingga menjadi seorang ibu bukan suatu hal yang sepele. Tidak cukup hanya karena si wanita telah berusia cukup untuk menikah, maka jadilah dia seorang ibu setelah dia melahirkan seorang anak. Ibu tidak hanya sampai mampu melahirkan, tetapi yang terpenting adalah bagaimana mengasuh dan mendidik anak yang lahir dari rahimnya itu menjadi anak penuh dengan potensi, baik itu fisik maupun spikis. Ibu adalah perempuan/wanita yang sesungguhnya, sehingga menjadi seorang ibu harus menjadi cita-cita wanita. Kemuliaan seorang ibu tidak hanya kita sebagai manusia mengakuinya, dengan mengandung sekitar sembilan bulan, lalu melahirkan anaknya dengan penderitaan yang teramat sangat, selanjutnya masih ditugaskan mendidik anak tersebut, seorang ibu juga mulia di hadapan Allah SWT, Tuhan yang mempunyai seluruh kemuliaan. Selamat Hari Ibu....

0 komentar:

 
SYUKUR SALMAN BLOG © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum