Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.
Demikian perumpamaan yang sejak dulu diberikan kepada pentingnya menjaga
prilaku atau moralitas guru. Guru yang memunyai moralitas negative akan
berimbas pada moralitas siswanya pula. Sejatinya, sebagai guru harus menjadi
panutan dan teladan bagi para siswanya, sebagaimana asal kata guru itu sendiri:
digugu dan ditiru. Sebagai guru, konsekuensinya adalah harus mampu lebih dari
yang bukan guru, khususnya dari sisi moralitas. Meski tak dapat ditolak pula,
bahwa guru juga manusia biasa, namun tuntutan masyarakat sebagai user dari
profesi guru mengharuskan citra pahlawan tanpa tanda jasa ini, lebih dari yang lainnya.
Jika diresapi tuntutan
tersebut tentu berindikasi positif terhadap guru itu sendiri. Apalagi saat ini,
guru telah mendapat penghargaan yang cukup tinggi oleh negara dengan
diberlakukannya Undang-undang Guru dan Dosen. Kesejahteraan guru bukan lagi
menjadi masalah serius yang harus menjadi alasan kurang profesionalnya guru
tersebut. Selain itu, pengaplikasian kompetensi guru harus lebih serius
direalisasikan oleh guru. Dua bagian dari keempat kompetensi guru yang ada, menjurus pada pentingnya guru memunyai
moralitas yang baik. Kompetensi kepribadian, menuntut guru memiliki kepribadian
yang teladan serta jauh dari hal-hal yang merusak citra guru tersebut.
Sedangkan, kompetensi sosial tak lain adalah tuntutan agar guru memiliki
hubungan dengan masyarakat yang baik
serta menjadi teladan di sekitarnya.
Kondisi ideal seperti
penjelasan di atas tentu menjadi keinginan semua pihak, namun fenomena yang
terjadi di lapangan masih saja ditemui adanya ketidaksinkronan antara guru
sebagai teladan dengan moralitas yang ditunjukkan sebagian kecil guru tersebut.
Meski dari segi jumlah sangat kurang guru melakukan pelanggaran-pelanggaran
moral dibanding jumlah guru yang ada, namun konsekuensi reaksi masyarakat yang
sangat keras terhadap ketimpangan moral yang dilakukan guru selalu
menyeruak.
Guru sebagai profesi
pembentuk karakter dan moral peserta didiknya tentu dituntut untuk lebih
memunyai kepekaan terhadap hal itu. Kapan dan dimanapun guru berada,
moralitasnya pasti selalu terpantau oleh masyarakat. Beberapa kasus yang
terjadi di republik ini tentang moralitas yang terabaikan oleh guru mendapat
posisi headline pada pemberitaan media cetak dan elektronik. Hal ini wajar,
karena guru sebagai profesi teladan akan sangat tabu jika memunyai prilaku
menyimpang dari moralitas. Jangankan yang berkaitan dengan kriminalitas seperti
pelecehan seksual atau tindak kekerasan, prilaku yang wajar untuk yang bukan
guru, dapat menjadi sesuatu yang tak wajar bagi seorang guru. Tertawa
terbahak-bahak, berpakaian ketat, merokok, dan lainnya merupakan contoh prilaku
yang jika dilakukan oleh guru maka terkesan tidak pantas, padahal jika bukan
guru masih menjadi prilaku yang wajar saja. Selain itu, sekarang dengan adanya
kesejahteraan guru lebih meningkat, maka item indikasi kurangnya moralitas guru
semakin bertambah. Guru harus semakin baik dari sisi moralitas dan akademik.
Hal itu berjalan seiring dengan semakin seriusnya perhatian masyarakat terhadap
guru. Banyaknya pelaporan orangtua siswa dan masyarakat terhadap prilaku guru
dalam proses pembelajaran di sekolah, merupakan bukti nyata hal tersebut.
Bermasalahnya moralitas
guru akan berdampak pada siswanya. Hal ini sudah menjadi sebab akibat yang
sulit untuk dipungkiri. Meski ada pengaruh lain, seperti lingkungan sekitar dan
rumah tangga, namun faktor guru lebih dominan. Sebenarnya, hal yang paling mendasar
adalah keteladanan sebagai moralitas utama bagi guru. Bagaimana seorang guru
mengharapkan siswa tidak merokok pada saat guru itu sedang menghisap racun itu.
Seorang guru yang meminta siswanya rajin membaca, pada saat tak satupun buku
dibelinya untuk menambah wawasan saat guru tersebut menerima tunjangan
profesi. Begitu pula tentunya prilaku
moralitas lainnya. Wejangan kepada anak didik tentang moralitas tentu akan
lebih meresap jika keteladanan juga ditunjukkan oleh guru.
Harapannya, tak ada
lagi kasus atau tindakan yang mencederai keanggunan guru sebagai profesi yang
menjunjung tinggi penegakan moralitas anak bangsa. Tindakan guru yang melenceng
dari moralitas dapat merusak tatanan dari pendidikan secara keseluruhan. Meski
tantangan ke depan sangat berat bagi guru dalam meneggakkan moralitas anak
bangsa ini, namun hal tersebut dapat dijadikan amanah untuk tetap memberikan
yang terbaik untuk bangsa dan tanah air. Namun, sejatinya setiap elemen bangsa
sebaiknya bahu membahu memperbaiki moralitas generasi penerus bangsa ini.
Sinergitas antara semua elemen bangsa akan lebih memberi hasil yang lebih baik.
SEKIAN
0 komentar:
Posting Komentar