Perhatikan orang yang bernapas. Udara
yang keluar masuk melalui hidung atau mulut frekuensinya sangat sering. Orang
yang masih bernapas menandakan dia masih hidup. Kedua hal tentang napas, yakni frekuensinya
yang sering serta pertanda orang masih
hidup adalah hampir sama dengan napas kreativitas pada profesi guru.
Bahwa kreativitas harus selalu
dimunculkan oleh guru dalam melakoni tugas dan tanggungjawabnya sebagai
pendidik dan pengajar serta pelatih. Hal ini dimungkinkan karena guru adalah
profesi yang berpotensikan didaktik dan metodik dalam mengajar. Selain itu,
sumber dalam mengembangkan kreativitas seorang guru telah bertebaran secara
luas dan mudah dalam mengaksesnya. Tinggal, apakah guru itu mau atau tidak.
Motivasi untuk selalu kreatif harus dipunyai guru sehingga mereka tetap menjadi
guru tulen. Bukan “guru-guruan”, meskipun dia telah menerima tunjangan profesi
dan memunyai pangkat dan golongan yang tinggi. Sekadar meluluhkan kewajiban mengajar
tanpa napas kreativitas di dalam proses pembelajaran yang dilakukan, adalah
ciri seorang “guru-guruan”. Jika ada guru, memunyai kebiasaan dalam mengajar
dengan hanya menuntun siswa untuk membaca buku paket yang ada, selanjutnya
mengerjakan latihan yang juga ada di buku paket tersebut, sementara dia asyik
menekan tombol-tombol huruf di heandphonenya, maka tak diragukan lagi bahwa dia
adalah seorang guru-guruan.
Bahwa kreativitas seorang guru
menandakan dia masih layak bergelar guru. Tanpa kreativitas, guru itu
sebenarnya telah jauh dari aura seorang guru, bahkan telah mati. Dia hanya
disebut guru karena memunyai ijazah pendidikan guru, atau lulus menjadi guru
saat penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil. Hakikat guru bukan pada formalitas
berprofesi sebagai guru, tetapi guru adalah yang mampu mewujudkan jiwa
keguruannya melalui kreativitas yang menginspirasi anak didiknya. Seperti
manusia yang dianugerahi napas untuk hidup, begitu pula guru sebenarnya telah
dianugerahi kreativitas dalam mengemban profesinya sebagai guru. Anugerah
kreativitas yang didapat melalui pendidikan guru ini, sejatinya diaplikasikan
oleh guru di kelas dalam proses pembelajaran. Patut diduga, bahwa guru yang
tidak kreatif atau tidak memunyai kreativitas dalam pembelajaran adalah seorang
guru yang terpaksa menjadi guru atau hanya tergiur dengan gaji guru yang sudah
cukup tinggi saat ini dengan adanya tunjangan profesi tersebut.
Kurikulum 2013 semakin menegaskan
bahwa guru, mau tidak mau harus kreatif. Tak cukup hanya mengandalkan buku paket
saja, tetapi harus memunyai sumber belajar variatif, teknik mengajar yang
interaktif, alat pembejaran yang aplikatif, serta proses pembelajaran yang
komunikatif. Kesemuanya itu hanya bisa direalisasikan oleh guru yang memunyai
kreativitas. Namun, apa yang terpantau di lapangan? Masih banyak guru yang
membutuhkan semangat dan motivasi untuk mengembangkan kreativitasnya. Bahwa
guru yang kreatif akan lebih banyak kerja. Tentu. Namun, sangat kerdil jiwa
keguruan seorang guru yang tidak kreatif hanya karena alasan, akan terbebani kerja
yang lebih banyak dibanding teman-teman guru lainnya. Lebih ironis lagi, jika
ada guru yang justru menganggap suatu hal yang membanggakan jika dia tidak
berbuat apa-apa (mengajar sekadarnya tanpa kreativitas) tetapi tetap lolos
sebagai penerima tunjangan profesi bahkan telah memunyai pangkat dan golongan
yang tinggi.
Profesi guru telah menjadi pilihan
dalam aktivitas hidup ini. Oleh karena itu, jadikan profesi guru sebagai ladang
amal untuk kehidupan akhir nanti. Guru adalah profesi yang potensial tetap
menerima pahala meskipun guru itu telah meninggal. Berikan makna profesi guru dengan
menggelutinya dengan hati. Tidak sekadar sebagai pekerjaan yang pada awal bulan
akan menerima gaji. Jadikan setiap hari sebagai momen untuk melakukan hal yang
lebih baik. Ciptakan kreativitas-kreativitas setiap saat. Biarkan
kendala-kendala menjadi penyemangat untuk terus berbuat, sementara kegagalan
jadikan sebagai bagian dari proses untuk berbuat yang terbaik sebagai guru.
Berikan napas profesi guru dengan kreativitas. SEKIAN.
0 komentar:
Posting Komentar