Menjadi Guru Sejati

Senin, 13 Oktober 2014

Jika anda guru, maka tanyakan pada diri anda, apakah anda termasuk guru sejati? Apakah disaat anda meninggalkan kelas menuju suatu urusan atau kesibukan lainnya, anda masih mengingat siswa anda? Disaat anda sakit ringan di rumah, apakah masih memikirkan pola tingkah siswa yang anda tinggalkan? Apakah anda terbebani pikiran jika ada siswa anda yang nakal, yang belum memahami apa yang baru saja anda ajarkan? Jika anda mendapat informasi atas kelakuan siswa anda yang mencemarkan nama baik sekolah, apakah anda merasa ikut bertanggungjawab?

A.     Guru adalah Teladan

Tidak hanya guru TK dan SD saja yang diteladani oleh siswanya, tetapi semua yang namanya guru, termasuk guru SMP dan SMA. Ini penting untuk ditegaskan karena sebagian orang menyangka keteladanan hanya pada satuan pendidikan TK dan SD saja. Memang benar penanaman etika dan kebiasaan siswa ada pada jenjang TK dan SD, namun tidak berarti setelah itu siswa dibiarkan tanpa ada teladan bagi mereka. Guru bukanlah hanya sebagai pelatih atau instruktur saja yang tidak menghiraukan pola sikap serta prilaku anak didiknya. Guru adalah profesi yang harus paripurna, ilmu dan etik.

Pelatih pada umumnya hanya pada tataran teoritis dan retorika serta sedikit demonstrasi. Pelatih olahraga misalnya, lebih banyak di antara mereka akan kalah jika ditandingkan dengan anak asuhannya. Lain halnya dengan guru, apapun yang dikatakannnya untuk dilakukan oleh siswa, guru terlebih harus mampu melakukannya. Guru harus lebih paham daripada siswanya tentang materi ajar yang dijelaskannya. Guru harus tidak merokok saat melarang siswa merokok. Guru harus rajin membaca jika menyuruh dan mengharapkan siswanya menjadi “kutu buku”. Guru tidak bergerak pada tataran teoritis dan retorika belaka. Guru sejatinya menjadi teladan bagi siswa-siswanya. Oleh karena itu, guru tidak sekadar mentarsnformasi ilmu kepada siswa, tetapi juga etika dan teladan.

Guru semestinya tidak berlindung pada kondisi-kondisi lain yang membuatnya terbebas dari tuntutan bahwa dia adalah teladan bagi siswanya. Alasan lingkungan yang semakin tak terkendali, siswa yang sudah cukup usia untuk menentukan prilakunya sendiri, orangtua yang kurang memerhatikan anaknya, kurikulum yang kurang baik, dan lain sebagainya adalah beberapa alasan guru merasa tidak bertanggungjawab jika siswanya kurang “beretika”. Memang benar, bahwa semuanya itu turut andil terhadap ‘bobroknya” prilaku siswa. Namun, sebagai guru sejati haruslah terlebih dahulu menunjuk diri sendiri sebelum “mengambinghitamkan” yang lainnya. Apakah dengan beberapa alasan itu, sebagai guru telah berusaha untuk mencarikan solusinya? Atau hanya dijadikan tameng untuk tetap berada pada zona nyaman yakni hanya sekadar menunaikan kewajiban belaka yakni mengajar.

B.      Sejatinya Guru

Tak dapat disangkal, perhatian masyarakat (orangtua) terhadap profesi guru semakin besar. Bukan karena guru teramat pentingnya, namun mereka memantau setiap pola tingkah guru. Sedikit saja prilaku guru yang menurut mereka kurang baik, maka akan menjadi pembicaraan sampai pada cercaan. Banyak kasus telah menjadi berita umum yang berkaitan dengan prilaku guru. Hal inilah yang menjadi penjelasan nyata terhadap profesi guru sebagai teladan. Ekspektasi masyarakat akan bersihnya guru dari prilaku tercela, sangat tinggi. Di sisi lain, sebagian guru telah meninggalkan filosofi guru yakni digugu dan ditiru.

Sejatinya guru adalah menjadi guru sejati. Bersatunya antara pikir dan zikir, antara ilmu dan amal, antara iptek dan imtaq, antara ilmuwan dan agamawan, dan lain yang sejenis. Guru tidak sekadar memberikan penjelasan terhadap materi ajar dan selesai. Guru sejatinya mengikuti keberhasilan penjelasan materi ajar tersebut dengan jalan memikirkan teknik atau metode lain jika siswa kurang memahaminya. Selain itu, guru sejatinya juga tetap memerhatikan prilaku siswa dengan memberikan wejangan dan arahan menjadi siswa yang baik, meskipun guru tersebut sedang mengajarkan materi ilmiah. Lebih penting dari semua itu adalah guru sejatinya adalah dapat dijadikan teladan oleh para siswanya.


Terlena dengan zona nyaman yang membuat guru menjadi guru apa adanya, yang disebabkan factor-faktor di luar guru tentu tidak dapat diterima. Guru harus berusaha untuk menjadi guru sejati. Guru yang setiap saat punya jawaban terhadap permasalahan di depannya. Guru yang mampu menjadi penyeimbang kondisi yang semakin sulit untuk jauh dari pengaruh negative lingkungan. Usaha dan kreativitas untuk menjadi guru sejati dan pantas menjadi teladan bagi siswa, itulah yang utama. Guru sejati tidak akan pernah kalah oleh kegagalan dan akan terus berusaha. Ingatlah, bahwa guru yang selalu diingat oleh siswanya, bukanlah guru yang pintar, namun guru yang menjadi teladan serta inspirasi para siswanya.  SEKIAN.

0 komentar:

 
SYUKUR SALMAN BLOG © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum