Jika anda guru, maka tanyakan pada diri anda, apakah anda
termasuk guru sejati? Apakah disaat anda meninggalkan kelas menuju suatu urusan
atau kesibukan lainnya, anda masih mengingat siswa anda? Disaat anda sakit
ringan di rumah, apakah masih memikirkan pola tingkah siswa yang anda
tinggalkan? Apakah anda terbebani pikiran jika ada siswa anda yang nakal, yang
belum memahami apa yang baru saja anda ajarkan? Jika anda mendapat informasi
atas kelakuan siswa anda yang mencemarkan nama baik sekolah, apakah anda merasa
ikut bertanggungjawab?
A.
Guru adalah Teladan
Tidak hanya guru TK dan SD saja yang diteladani oleh
siswanya, tetapi semua yang namanya guru, termasuk guru SMP dan SMA. Ini
penting untuk ditegaskan karena sebagian orang menyangka keteladanan hanya pada
satuan pendidikan TK dan SD saja. Memang benar penanaman etika dan kebiasaan
siswa ada pada jenjang TK dan SD, namun tidak berarti setelah itu siswa
dibiarkan tanpa ada teladan bagi mereka. Guru bukanlah hanya sebagai pelatih
atau instruktur saja yang tidak menghiraukan pola sikap serta prilaku anak
didiknya. Guru adalah profesi yang harus paripurna, ilmu dan etik.
Pelatih pada umumnya hanya pada tataran teoritis dan retorika
serta sedikit demonstrasi. Pelatih olahraga misalnya, lebih banyak di antara
mereka akan kalah jika ditandingkan dengan anak asuhannya. Lain halnya dengan
guru, apapun yang dikatakannnya untuk dilakukan oleh siswa, guru terlebih harus
mampu melakukannya. Guru harus lebih paham daripada siswanya tentang materi
ajar yang dijelaskannya. Guru harus tidak merokok saat melarang siswa merokok.
Guru harus rajin membaca jika menyuruh dan mengharapkan siswanya menjadi “kutu
buku”. Guru tidak bergerak pada tataran teoritis dan retorika belaka. Guru
sejatinya menjadi teladan bagi siswa-siswanya. Oleh karena itu, guru tidak
sekadar mentarsnformasi ilmu kepada siswa, tetapi juga etika dan teladan.
Guru semestinya tidak berlindung pada kondisi-kondisi lain
yang membuatnya terbebas dari tuntutan bahwa dia adalah teladan bagi siswanya.
Alasan lingkungan yang semakin tak terkendali, siswa yang sudah cukup usia
untuk menentukan prilakunya sendiri, orangtua yang kurang memerhatikan anaknya,
kurikulum yang kurang baik, dan lain sebagainya adalah beberapa alasan guru merasa
tidak bertanggungjawab jika siswanya kurang “beretika”. Memang benar, bahwa
semuanya itu turut andil terhadap ‘bobroknya” prilaku siswa. Namun, sebagai
guru sejati haruslah terlebih dahulu menunjuk diri sendiri sebelum
“mengambinghitamkan” yang lainnya. Apakah dengan beberapa alasan itu, sebagai
guru telah berusaha untuk mencarikan solusinya? Atau hanya dijadikan tameng
untuk tetap berada pada zona nyaman yakni hanya sekadar menunaikan kewajiban
belaka yakni mengajar.
B.
Sejatinya Guru
Tak dapat disangkal, perhatian masyarakat (orangtua) terhadap
profesi guru semakin besar. Bukan karena guru teramat pentingnya, namun mereka
memantau setiap pola tingkah guru. Sedikit saja prilaku guru yang menurut
mereka kurang baik, maka akan menjadi pembicaraan sampai pada cercaan. Banyak
kasus telah menjadi berita umum yang berkaitan dengan prilaku guru. Hal inilah
yang menjadi penjelasan nyata terhadap profesi guru sebagai teladan. Ekspektasi
masyarakat akan bersihnya guru dari prilaku tercela, sangat tinggi. Di sisi
lain, sebagian guru telah meninggalkan filosofi guru yakni digugu dan ditiru.
Sejatinya guru adalah menjadi guru sejati. Bersatunya antara
pikir dan zikir, antara ilmu dan amal, antara iptek dan imtaq, antara ilmuwan
dan agamawan, dan lain yang sejenis. Guru tidak sekadar memberikan penjelasan
terhadap materi ajar dan selesai. Guru sejatinya mengikuti keberhasilan
penjelasan materi ajar tersebut dengan jalan memikirkan teknik atau metode lain
jika siswa kurang memahaminya. Selain itu, guru sejatinya juga tetap memerhatikan
prilaku siswa dengan memberikan wejangan dan arahan menjadi siswa yang baik,
meskipun guru tersebut sedang mengajarkan materi ilmiah. Lebih penting dari
semua itu adalah guru sejatinya adalah dapat dijadikan teladan oleh para
siswanya.
Terlena dengan zona nyaman yang membuat guru menjadi guru apa
adanya, yang disebabkan factor-faktor di luar guru tentu tidak dapat diterima.
Guru harus berusaha untuk menjadi guru sejati. Guru yang setiap saat punya
jawaban terhadap permasalahan di depannya. Guru yang mampu menjadi penyeimbang kondisi
yang semakin sulit untuk jauh dari pengaruh negative lingkungan. Usaha dan
kreativitas untuk menjadi guru sejati dan pantas menjadi teladan bagi siswa,
itulah yang utama. Guru sejati tidak akan pernah kalah oleh kegagalan dan akan
terus berusaha. Ingatlah, bahwa guru yang selalu diingat oleh siswanya,
bukanlah guru yang pintar, namun guru yang menjadi teladan serta inspirasi para
siswanya. SEKIAN.
0 komentar:
Posting Komentar