Meradang di tengah gelak tawa sang penguasa
Terhempas dalam lumpur duri Bougenvil merah
Biar…
Biarkan dia tertawa dalam kebodohan
Menanti kerongkongan tersedak oleh tulang idealisme
Guru, jangan tertawa seperti sang penguasa yang tak mengerti
Tak mengerti akan arti minat baca anak-anak kita
(MS2-020309-MMAS)
Ilmu pengetahuan dan teknologi pada zaman ini memperlihatkan kemajuan yang luar biasa. Progres yang dirasakan oleh negeri ini, ternyata hanya merupakan imbas dari kemajuan negeri-negeri lainnya di dunia. Bangsa kita diperhadapkan oleh kelemahan mendasar dari bangkitnya suatu negeri menjadi lebih maju. Kurangnya minat baca merupakan pondasi kemajuan yang masih lemah dan berjalan tertatih-tatih jika tidak dapat dikatakan malah statis.
Sekolah yang diharapkan untuk menjadi lahan penggodokan dini membangkitkan minat baca bangsa ini juga terkesan gagal, meski segelintir tak dapat dipungkiri telah menunjukkan perbaikan seadanya. Kondisi ini tentu masih memprihatinkan dan harus menjadi perhatian dari semua yang peduli terhadap kemajuan bangsa ini secara keseluruhan. Pemerintah sebagai penentu kebijakan tentu saja menjadi garda terdepan dalam melakukan hal-hal yang diperlukan untuk memulai gerakan minat baca. Bukanlah suatu revolusi kebijakan yang dibutuhkan, namun diam bergeming pun tak akan memecahkan masalah besar ini. Ironisnya lagi banyak yang sudah menganggap persoalan ini sebagai hal yang lumrah dan tak perlu mendapat perhatian serius.
Menurut Jamal D. Rahman, Pimred Majalah Horison (trainer MMAS) ini, bahwa Bangsa Indonesia terlalu cepat menerima masuknya budaya audiovisual yakni media TV, sebelum budaya baca meluas di masyarakat. Hal ini berdampak negatif bagi masyarakat yang belum menyatu dirinya dengan membaca. Kecenderungan untuk menonton TV apalagi dengan canel yang sangat banyak, sangat dominan dibanding dengan kemauan untuk membaca buku. Hal yang sangat mengkhawatirkan dalam permasalahan ini adalah bahwa kondisi yang sama yakni kurangnya minat baca juga terlihat di dunia akademisi atau di sekolah-sekolah. Mensikapi hal ini tentu saja kita tidak diharapkan saling tuding atau saling mencari “kambing hitam” terhadap penyebab dari semua kesalahan ini.
Kegiatan atau aktifitas dalam proses belajar mengajar yang dapat membangkitkan minat baca sering tidak diperhatikan. Kegiatan menulis/mengarang sudah sangat kurang diajarkan di sekolah-sekolah. Pada umumnya sekolah atau guru terus saja memfokuskan dirinya pada suatu tujuan yakni Ujian Nasional. Penilaian atau tes yang konvensional terus saja menjadi acuan keberhasilan siswa dan guru. Tuntutan yang telah siap “menerkam” guru adalah bahwa siswa mereka harus lulus ujian, persoalan mereka dapat mengaplikasikan atau tidak adalah menjadi urutan kesekian. Pembelajaran monoton adalah suatu teknik baru yang sangat familiar dilakukan sebagian guru terutama di kelas-kelas akhir setiap tingkat satuan pendidikan.
Bukanlah suatu hal salah, jika pembelajaran di sekolah ditekankan untuk melakukan aktifitas yang mengarah pada membangkitkan minat baca siswa. Sebenarnya di Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pun telah dinyatakan seberapa banyak buku (buku sastra) yang harus dibaca siswa. Siswa SD diharuskan membaca 6 buku sastra, SMP ditetatpkan 9 buku yang harus dibaca siswa, sedangkan di SMA di bebankan untuk membaca 15 buku. Sebenarnya penetapan jumlah buku yang harus dibaca siswa di sekolah-sekolah negeri ini, jauh tertinggal dibanding negara-negara lain di dunia ini, termasuk negara tetangga Malaysia. Pengharusan membaca buku ini demi memberikan kebiasaan baik pada siswa untuk cinta buku dengan membaca. Oleh karena itu pembelajaran menulis dan membaca perlu ditekankan di sekolah-sekolah. Membuat puisi, cerpen, esai, dan segala macam tulisan harus disosialisasikan, karena kemampuan menulis tentu harus didukung oleh kebiasaan membaca yang cukup.
Guru sebagai ujung tombak gerakan membangkitkan minat baca di negeri ini selain orangtua di rumah, tentu terlebih dulu harus merasakan nikmatnya membaca. Berikan bacaan-bacaan yang disukai oleh siswa dengan bimbingan guru. Jangan paksakan siswa untuk membaca sesuai keinginan guru. Suatu hal yang dipaksakan akan berdampak fatal akibatnya. Minat bacalah yang kita akan kembangkan, bukan hanya membaca mata pelajaran di sekolah tetapi semua hal, tergantung dari kegemaran siswa tersebut. Sering-seringlah membawa siswa atau anak kita ke toko buku. Biarkan dia memilih buku yang disukai. Orangtua memang harus menyisihkan sebagian anggaran belanja mereka untuk keperluan membeli buku. Belajarlah memberi hadiah atau kado berupa buku. Selamat merubah kebiasaan kita sebagai guru dan orangtua.
Pak Sahran di sarang penyamun
Melihat Zaid bertepuk dada
Mari membaca jangan melamun
Agar bisa tampil beda
(MS2-020309-MMAS)
Gairahkan Minat Baca
Muh. Syukur Salman
Jumat, 06 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Popular Posts
-
Akses internet yang cepat adalah dambaan semua orang yang aktif memanfaatkan internet sebagai sarana pendukung aktifitasnya. Tak terkecuali...
-
Secara formal memang tidak dikenal istilah sekolah favorit di Negeri ini. Namun, hampir di setiap daerah, sekolah favorit tetap ada dan sema...
-
Banyak pihak yang akhir-akhir ini meragukan efektifikasi program sertifikasi guru dapat meningkatkan professionalisme pahlawan tanpa tanda j...
-
Kata Baskom, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai “tempat air untuk cuci tangan atau muka”. Namun, pada umumnya ibu r...
-
Malam semakin larut, namun mata Rina belum dapat dipejamkan. Degupan jantungnya semakin kencang saja. Mukena yang dipakainya Shalat Isya bel...
Kata Bijak
Apapun harapan dan cita-citamu, semua tergantung kepadamu. Meski bantuan dari oranglain akan sangat bermanfaat, namun sangat kecil bagian dari pencapaian yang kau raih. Usahamu adalah jalanmu untuk menjadi yang kau inginkan. Oleh karena itu, apapun yang telah kau raih dan dapatkan adalah karena dirimu. Senang atau tidak senang terhadap keadaanmu sekarang adalah akibat dari dirimu sendiri. Jadilah dirimu sendiri adalah jalan yang terbaik dan terindah dalam arung kehidupan ini. MS2
Mengenai Saya

- Muh. Syukur Salman
- Parepare, Sulawesi Selatan, Indonesia
- Lahir di Parepare, 35 tahun yang lalu tepatnya tanggal 14 Agustus 1973. Menyelesaikan pendidikan tertingginya di Universitas Negeri Makassar tahun 2004 pada jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Profesi keseharian adalah Kepala SD Negeri 71 Kota Parepare, Sulawesi Selatan. Kegemaran dibidang tulis menulis juga membuatku telah menerbitkan 3 buku cerita anak, 1 buku kumpulan ESAI/OPINI pendidikan, dan 1 buku kumpulan cerpen remaja Islam. Mempunyai dua anak berumur 4 tahun yang laki-laki bernama Muh. Uswah Syukur dan berumur 2 tahun yang perempuan bernama Sitti Hasanah Syukur,serta seorang istri cantik bernama Mukrimah.
0 komentar:
Posting Komentar