Gairahkan Minat Baca

Jumat, 06 Maret 2009



Meradang di tengah gelak tawa sang penguasa
Terhempas dalam lumpur duri Bougenvil merah
Biar…
Biarkan dia tertawa dalam kebodohan
Menanti kerongkongan tersedak oleh tulang idealisme
Guru, jangan tertawa seperti sang penguasa yang tak mengerti
Tak mengerti akan arti minat baca anak-anak kita
(MS2-020309-MMAS)

Ilmu pengetahuan dan teknologi pada zaman ini memperlihatkan kemajuan yang luar biasa. Progres yang dirasakan oleh negeri ini, ternyata hanya merupakan imbas dari kemajuan negeri-negeri lainnya di dunia. Bangsa kita diperhadapkan oleh kelemahan mendasar dari bangkitnya suatu negeri menjadi lebih maju. Kurangnya minat baca merupakan pondasi kemajuan yang masih lemah dan berjalan tertatih-tatih jika tidak dapat dikatakan malah statis.

Sekolah yang diharapkan untuk menjadi lahan penggodokan dini membangkitkan minat baca bangsa ini juga terkesan gagal, meski segelintir tak dapat dipungkiri telah menunjukkan perbaikan seadanya. Kondisi ini tentu masih memprihatinkan dan harus menjadi perhatian dari semua yang peduli terhadap kemajuan bangsa ini secara keseluruhan. Pemerintah sebagai penentu kebijakan tentu saja menjadi garda terdepan dalam melakukan hal-hal yang diperlukan untuk memulai gerakan minat baca. Bukanlah suatu revolusi kebijakan yang dibutuhkan, namun diam bergeming pun tak akan memecahkan masalah besar ini. Ironisnya lagi banyak yang sudah menganggap persoalan ini sebagai hal yang lumrah dan tak perlu mendapat perhatian serius.

Menurut Jamal D. Rahman, Pimred Majalah Horison (trainer MMAS) ini, bahwa Bangsa Indonesia terlalu cepat menerima masuknya budaya audiovisual yakni media TV, sebelum budaya baca meluas di masyarakat. Hal ini berdampak negatif bagi masyarakat yang belum menyatu dirinya dengan membaca. Kecenderungan untuk menonton TV apalagi dengan canel yang sangat banyak, sangat dominan dibanding dengan kemauan untuk membaca buku. Hal yang sangat mengkhawatirkan dalam permasalahan ini adalah bahwa kondisi yang sama yakni kurangnya minat baca juga terlihat di dunia akademisi atau di sekolah-sekolah. Mensikapi hal ini tentu saja kita tidak diharapkan saling tuding atau saling mencari “kambing hitam” terhadap penyebab dari semua kesalahan ini.

Kegiatan atau aktifitas dalam proses belajar mengajar yang dapat membangkitkan minat baca sering tidak diperhatikan. Kegiatan menulis/mengarang sudah sangat kurang diajarkan di sekolah-sekolah. Pada umumnya sekolah atau guru terus saja memfokuskan dirinya pada suatu tujuan yakni Ujian Nasional. Penilaian atau tes yang konvensional terus saja menjadi acuan keberhasilan siswa dan guru. Tuntutan yang telah siap “menerkam” guru adalah bahwa siswa mereka harus lulus ujian, persoalan mereka dapat mengaplikasikan atau tidak adalah menjadi urutan kesekian. Pembelajaran monoton adalah suatu teknik baru yang sangat familiar dilakukan sebagian guru terutama di kelas-kelas akhir setiap tingkat satuan pendidikan.

Bukanlah suatu hal salah, jika pembelajaran di sekolah ditekankan untuk melakukan aktifitas yang mengarah pada membangkitkan minat baca siswa. Sebenarnya di Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pun telah dinyatakan seberapa banyak buku (buku sastra) yang harus dibaca siswa. Siswa SD diharuskan membaca 6 buku sastra, SMP ditetatpkan 9 buku yang harus dibaca siswa, sedangkan di SMA di bebankan untuk membaca 15 buku. Sebenarnya penetapan jumlah buku yang harus dibaca siswa di sekolah-sekolah negeri ini, jauh tertinggal dibanding negara-negara lain di dunia ini, termasuk negara tetangga Malaysia. Pengharusan membaca buku ini demi memberikan kebiasaan baik pada siswa untuk cinta buku dengan membaca. Oleh karena itu pembelajaran menulis dan membaca perlu ditekankan di sekolah-sekolah. Membuat puisi, cerpen, esai, dan segala macam tulisan harus disosialisasikan, karena kemampuan menulis tentu harus didukung oleh kebiasaan membaca yang cukup.

Guru sebagai ujung tombak gerakan membangkitkan minat baca di negeri ini selain orangtua di rumah, tentu terlebih dulu harus merasakan nikmatnya membaca. Berikan bacaan-bacaan yang disukai oleh siswa dengan bimbingan guru. Jangan paksakan siswa untuk membaca sesuai keinginan guru. Suatu hal yang dipaksakan akan berdampak fatal akibatnya. Minat bacalah yang kita akan kembangkan, bukan hanya membaca mata pelajaran di sekolah tetapi semua hal, tergantung dari kegemaran siswa tersebut. Sering-seringlah membawa siswa atau anak kita ke toko buku. Biarkan dia memilih buku yang disukai. Orangtua memang harus menyisihkan sebagian anggaran belanja mereka untuk keperluan membeli buku. Belajarlah memberi hadiah atau kado berupa buku. Selamat merubah kebiasaan kita sebagai guru dan orangtua.

Pak Sahran di sarang penyamun
Melihat Zaid bertepuk dada
Mari membaca jangan melamun
Agar bisa tampil beda
(MS2-020309-MMAS)

0 komentar:

 
SYUKUR SALMAN BLOG © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum