"MEMBUMIKAN BUMI"

Jumat, 24 April 2009


Memperingati Hari Bumi 22 April 2009
“MEMBUMIKAN BUMI”
Tatkala Tuhan menawarkan amanah untuk menjadi khalifah/pemimpin di muka bumi ini kepada yang bersedia, maka hanya makhluk bernama manusialah yang tampil untuk menyanggupinya. Lepas dari ketentuan Tuhan, bukti ini menunjukkan betapa rentannya manusia dengan sifat-sifat “ketergesa-gesaan” dan sifat-sifat “kecongkakan/bangga diri”. Nafsu untuk berkuasa pun sembari terus menggoda pikiran manusia yang selalu mau tampil beda dan menjadi yang paling hebat. Termasuk dalam mengatur bumi tempatnya berpijak untuk hidup, manusia menganggap dirinya akan mampu untuk menjalankan amanah tersebut dengan baik. Ternyata, fakta juga menyatakan bahwa justru manusialah yang membuat bumi menjadi “sengsara” seperti saat ini. Segala macam eksplorasi bumi yang berlebih-lebihan dilakukan manusia untuk kepentingannya sendiri, menjadikan bumi seakan menjadi “budaknya” manusia.

Seperti ungkapan yang menyebutkan “siapa menabur angin, akan menuai badai”, itulah yang terjadi akhir-akhir ini dalam kehidupan manusia pada umumnya di bumi ini. “Murka” bumi yang berwujud bencana alam, silih berganti terjadi di mana-mana. Di Indonesia, kita masih ingat lima belas, dua puluh tahun yang lalu, negeri ini sungguh seperti miniatur surga. Keindahan alam, kesuburan tanahnya, sumber daya alam yang melimpah, dan jarangnya terjadi bencana, adalah bentuk kenangan indah dari geografis atau bumi Republik ini. Namun, sekarang ini sepertinya hal itu semua sudah jauh. Bencana alam seakan tak ada hentinya di negara kita. Kata orang, bukan lagi bencana banjir yang dikhawatirkan, tetapi yang dirisaukan saat ini adalah banjir bencana. Belum lagi kita dapat bernafas lega pada satu bencana, muncul lagi bencana yang lain. Begitulah kenyataan yang terjadi pada negeri yang dulu mendapat gelar Zamrud Khatulistiwa ini.

Dalam kitab suci Al Qur’an sebenarnya telah ditegaskan bahwa bencana-bencana yang terjadi di muka bumi adalah karena ulah manusia sendiri. Amanah dalam mengurusi bumi ini ternyata sudah jauh dari tujuan semula. Manusia hanya berpikir instan dalam memperbaiki pola hidupnya, tanpa memikirkan jangka panjangnya. Jika ditilik lebih mendalam ternyata bahwa pengelolaan bumi secara bijaksana berdampak terhadap kelanggengan hidup manusia dengan tentram dan nyaman. Jika kita berusaha menanami kembali hutan yang telah ditebang, bila kita tidak serakah mencari barang tambang di tempat-tempat konservasi, andai asap kendaraan bermotor dan pabrik-pabrik tidak mencemari lingkungan, dan banyak lagi yang lainnya, tentu kondisi bumi kita tidak “berpenyakitan” seperti sekarang.

Pribadi-pribadi kita tak lepas dari tanggungjawab untuk memperbaiki kondisi bumi. Jangan menganggap satu orang dari milliaran manusia di muka bumi ini tidak ada artinya, tetapi gerakan untuk memperbaiki bumi nanti akan berarti jika dari pribadi-pribadi kita mau berbuat semampu kita dan selingkup kita saja. ‘Mulai dari sekarang dan mulai dari kita’, itulah motto yang harus selalu menjadi ingatan bagi kita untuk berbuat sekecil apapun itu untuk memperbaiki bumi. Membersihkan selokan di depan rumah, mengurangi penggunaan AC, menghemat listrik dan air, dan masih banyak hal-hal “kecil” yang tentu saja dapat dilakukan sendiri, tentu akan berdampak positif bagi perbaikan bumi ini. Jika setiap orang melakukan aktifitas perbaikan bumi seperti yang disebutkan tadi, maka gerakan untuk menjadikan bumi kembali merasakan kodratnya sebagai bumi, akan semakin nyata. Mari kita jadikan gerakan “Membumikan Bumi” adalah bagian menyeluruh dari sekian banyak aktifitas kita dalam sehari semalam. Tentu saja gerakan yang lebih besar dapat dilakukan pemerintah, seperti gerakan Go Green oleh Pemda Sul-Sel yang disambut antusias oleh Pemkot Parepare, terutama lagi Dinas Pendidikan Parepare yang mengharuskan sekolah-sekolah untuk melakukan penghijauan di lingkungan sekolahnya masing-masing. Suatu bentuk kepedulian yang aksinya dalam bentuk kebijakan, tentu akan semakin kuat.

Hari Bumi tahun ini digelar dengan semakin memprihatinkannya kondisi benua kutub yang semakin hari terus memperlihatkan pelelehan bongkahan es yang semakin besar. Global Warming yang menghantam bumi kita harus dicegah dengan serius. Jika tidak, maka bukan mustahil 20-50 tahun mendatang, banyak pulau-pulau termasuk Jakarta akan hilang karena terendam air laut. Peringatan Hari Bumi sebaiknya dijadikan momentum untuk melakukan perubahan secara sedikit demi sedikit terhadap pola aktifitas kita, dari yang tidak memikirkan bumi dalam melakukan sesuatu menjadi intens terhadap perbaikan bumi ke depan. Bumi bagaikan rumah besar kita, sehingga sangat wajar untuk terus menjaga kenyamanannya, tentu saja untuk kita juga. Siapapun kita, apapun profesi kita, semuanya bisa untuk berbuat demi kelangsungan hidup bumi kita yang sudah akut penyakitnya. Tak ada kata kecil atau sedikit jika kita mau berbuat, segera lakukan untuk kehidupan yang lebih baik. Jika bukan kita yang rasakan, maka yakinlah bahwa anak cucu kita nantinya yang merasakannya. Bumi, bukan milik kita, tetapi pinjaman anak cucu kita. SEKIAN.

0 komentar:

 
SYUKUR SALMAN BLOG © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum