Arti Sebuah Buku di Laskar Pelangi

Minggu, 03 Mei 2009


Memperingati Hari Buku Sedunia23 April 2009

Arti Sebuah Buku di Laskar Pelangi

Bagi yang telah menyaksikan Film Laskar Pelangi, tentu mempunyai kesan tersendiri terhadap pendidikan secara keseluruhan. Bagaimana seorang guru yang mendidik anak-anaknya dengan ikhlas, bagaimana bangunan sekolah yang sudah lapuk namun tetap berfungsi secara maksimal, bagaimana anak-anak didik yang mempunyai semangat luar biasa dalam pengembangan dirinya, bagaimana terbatasnya sarana dan prasarana proses belajar mengajar, dan tentu saja bagaimana berartinya sebuah buku bagi para anak-anak Laskar Pelangi itu.

Fokus kepada arti buku bagi Laskar Pelangi, tentu wajar jika menundukkan kepala karena malu dan mengangkat topi terhadap penghargaan terhadap buku dalam menunjang proses pembelajaran. Terlihat, para Laskar Pelangi berebutan mengambil buku yang dibawa oleh seorang rekannya. Mereka sangat rindu untuk membaca buku. Mereka membaca buku kapan dan dimanapun mereka punya waktu luang. Bagaimana dengan kita sekarang? Tentu jawabnya sedikit membuat kita tersenyum atau malah tertawa. Yah, mentertawai diri sendiri adalah sesuatu yang wajar jika berhubungan sejauh mana kecintaan kita terhadap buku dengan dibuktikan berapa waktu yang kita sisihkan dalam sehari untuk membaca buku. Seberapa banyak rupiah yang kita rogoh untuk membeli buku? Apakah sebanding dengan rupiah yang kita “bakar” dengan cerutu kita?

Ketika seorang teman guru mengikuti diklat tentang peningkatan mutu pendidikan selama seminggu di Makassar, maka teman guru tadi pada hari ketiga telah menjelajah ke toko-toko sepatu dan pakaian untuk berbelanja. Setelah akhir diklat, penjelajahannya semakin bergairah karena mendapat tambahan dana dari honor mengikuti diklat tersebut. Lebih lima ratus ribu habis dengan berbagai macam belanjaan, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Namun, sangat disayangkan tak ada satu pun buku yang dia beli, padahal buku adalah sumber utama meningkatkan mutu pendidikan, sebagaimana diklat yang diikutinya tadi. Kisah di atas tentu hanya sebagian kecil dari pengalaman-pengalaman kita terhadap penghargaan yang sangat kurang terhadap buku. Padahal jargon ‘buku sebagai sumber ilmu’ tetap kita yakini dengan baik.

Kebiasaan membaca buku sebenarnya tak dapat dimunculkan secara instan. Harus dengan pembiasaan sejak dini. Usia kanak-kanak, yakni mulai dari 0 – 12 tahun, anak harus diperkenalkan dengan buku. Proses perkenalan anak dengan buku yang paling utama adalah keteladanan. Melihat ayah ibunya gemar membaca buku, anak akan terpancing untuk mengikutinya. Para guru di sekolah pun harus (bukan diharapkan) menjadi teladan untuk siswa-siswanya. Guru sebenarnya harus menjadi pionir dalam prilaku cinta terhadap buku. Guru harus menyisihkan sebagian gajinya untuk membeli buku, sekurang-kurangnya sekali sebulan. Pembiasaan seperti itu tentu sulit, namun bukan hal yang mustahil. Pengembangan wawasan guru, memang dari banyak sumber, namun yang paling utama adalah dari buku. Ciri orang yang mau maju di masa modern adalah dengan kebiasaan membaca buku. Orang maju bukan dinilai dari berapa banyak hartanya dan seberapa tinggi jabatannya, tetapi sejauh mana tingkat kompetensi dan wawasan yang dimilikinya.

Kondisi di Laskar Pelangi hampir tak akan kita jumpai lagi di Republik ini. Sekolah-sekolah dapat dikatakan sudah “kebanjiran buku”. Sarana dan prasarana perpustakaan sudah semakin maju. Tenaga pustakawan yang mengelola perpustakaan semakin banyak. Lalu, apa permasalahan sehingga minat untuk membaca buku masih sangat rendah, khususnya siswa dan guru kita. Jika kita akan melihat sumber penyebabnya, maka dapat dibagi 2 hal besar, yakni:

1. Masalah pembiasaan. Teknik atau metode yang diterapkan oleh guru khususnya dan sekolah pada umunya dalam proses pembelajaran kurang memperhatikan peningkatan minat baca siswa. Keharusan untuk membaca buku tidak diikuti oleh teknik yang baik, sehingga siswa membaca buku di bawah tekanan. Khusus di TK /SD sebagai basic sekolah selanjutnya, pembiasaan minat baca dapat mengadopsi saran Pak Taufiq Ismail, yakni dengan cara membacakan cerita kepada anak, 10 menit sebelum dan sesudah pelajaran setiap hari. Teknik ini diyakini dapat membangkitkan minat baca siswa melalui pembiasaan. Ketertarikan mendengar cerita akan terimbas pada kemauan untuk membaca buku cerita, bahkan dapat menjadi kecanduan membaca. Kiat ini sudah diaplikasikan penulis dan mendapat respon yang cukup baik, padahal baru berjalan sebulan penerapannya.

2. Masalah kebijakan. Pemerintah kita belum memberikan penekanan yang pasti terhadap membangkitkan minat baca. Data telah memperlihatkan bahwa perbandingan buku yang harus dibaca siswa SD di negara tetangga seperti Malaysia, dengan negara kita Indonesia adalah 6 : 0 buku, belum lagi jika kita membandingkan dengan Negara-negara maju. Negara-negara lain di dunia telah menentukan di dalam kurikulum sekolah sejumlah buku yang harus dibaca siswa selama menempuh pendidikan sebelum mereka dapat lulus. Negara kita juga harus berbuat demikian jika betul mau melihat minat baca bangsa ini meningkat. Tuliskan dengan jelas beberapa buku, khususnya sastra yang harus dibaca siswa misalnya SD harus membaca 6 buah buku sastra, SMP membaca 10 buku sastra, dan SMA harus menuntaskan 15 buah buku.


Dua hal di atas tentu merupakan sesuatu yang jauh dari muluk-muluk. Tidak harus pemerintah pusat saja yang harus melaksanakannya, tetapi jika suatu daerah berkeinginan keras untuk membangkitkan minat baca di daerahnya, mengapa tidak. Buatkan aturan yang mengharuskan para siswa di sekolah-sekolah membaca sejumlah buku terutama genre sastra. Buat klub-klub cinta buku di setiap sekolah, sebagai embrio Laskar Pelangi-laskar pelangi di masa kini. Jika semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah bersatu untuk menghargai buku dengan membuat program aksi membangkitkan minat baca sejak dini, maka yakinlah bahwa anak-anak Laskar Pelangi dapat kita saingi kegemaran membacanya, bahkan bisa jadi kita lebih dari mereka yang hanya berjumlah 10 orang anak itu. Jauhkan sifat pesimis kita untuk meraih “bintang di langit”. Jadikan kecintaan kita terhadap buku menjadi sebuah andalan daerah atau negara kita. Mulailah dari diri sendiri dan mulailah dari sekarang. Semoga.

0 komentar:

 
SYUKUR SALMAN BLOG © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum